Minggu, 07 Maret 2010

Menelisik Sisa-Sisa Zaman Keemasan Keindahan Pantai Lakban

Sebuah perjalanan yang cukup melelahkan namun juga menyenangakan. Itulah yang kami alami ketika pulang dari desa Lobong Kab. Bolaang Mongondow pada Jumpat, 5/3/2010 setelah kami selesai melakukan survey dan pendataan untuk sebuah program kegiatan disana.

Biasanya untuk pulang pergi, kami menempuh jalur dari sisi utara yaitu melewati jalur trans Sulawesi yang jalannya cukup lebar dan bagus. Namun kali ini kami bersama rombongan waktu itu ingin mencoba melewati jalur lain, yaitu berputar melewati sisi selatan Sulawesi Utara. Perjalanan kami, kami mulai dari desa ini saat pagi pukul 6.30 kami sudah start dari tempat basecamp kami disana.


Setelah mengisi BBM di Kota Kotamobagu, perjalanan kami lanjutkan menuju kearah Selatan, udara waktu itu masih sangat bersih dengan kabut embun tipis yang menyelimutinya. Setelah keluar dari wilayah Kota Kotamobagu, jalan pun mulai menyempit dan sedikit berkelok-kelok, namun masih dalam kondisi beraspal bagus dan menanjak naik. Sebelah kanan jalan berhadapan langsung dengan jurang-jurang yang sangat curam dan sebelah kiri berhadapan dengan tebing-tebih dan perbukitan. Namun tampak dari kejauhan terpampang sebuah pemandangan Gunung Ambang yang sangat menakjubkan. Deretan puncaknya seakan berada di ambang awan-awan. Sejanak kami mengentikan mobil kami, sekedar menikmati dan mengabadikan pemandangan tersebut.

Tak lama menjelang, perjalanan kami lanjutkan. Namun kondisi jalan yang sekarang sudah tak semulus yang tadi. Sisa perjalanan kami kami lalui dengan jalan aspal yang telah rusak parah, bahkan mungkin belum tersentuh aspal seperti dalam foto diatas. Namun sepanjang perjalan tersebut, kami melewati daerah-daerah tambang emas baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal, atau disebut tambang liar. Daerah Bolangmongondow bagian timur tersebut memang terkenal dengan kandungan emasnya yang melimpah. Tak heran jika perusahaan-perusahaan asing mengincar harta kekayaan kita disini dengan mendirikan tambang-tambang bersekala besar, untuk mengeruk harta emas tersebut. Konon katanya, sepanjang daerah yang kami lewati tersebut, merupakan daerah rawan kriminal. Disini dahulu sering terjadi pertikaian yang diakibatkan oleh rebutan lahan galian emas, oleh antar warga atau pendatang yang ingin mengadu nasib dengan mengais emas di daerah tersebut. Dari kejauhan diatas bukit-bukit diantara rimbunnya perkebunan cengkih, tampak tenda-tenda atau gubung-gubung sementara. Menurut salah satu temenku bahwa diantara tenda-tenda tersebut pasti ada lubang untuk menggali emas milik rakyat atau sering disebut tambang liar. Sebelum mencapai daerah pesisir bagian Selatan, disana kami melewati sebuah tambang asing dengan nama Advoced milik Australia. Beberapa kali kami bersimpangan dengan bis-bis yang mengangkut para pekerjanya.


Setelah melewati daerah perbukitan dengan jurang-jurangnya yang curam kini sampailah pada bagian pesisir pantai bagian Selatan. Kami juga beberapa kali melewati desa-desa pesisir yang nampaknya kehidupannya jauh lebih terbelakang dari pada desa-desa di bagian pesisir Utara. Memang akses transportasi menuju pusat kota dari sini sangat jauh dan belum diakses oleh kendaraan umum, sehingga sangat dimaklumi jika kehidupan sosial ekonominya sedikit lebih lamban. Saya pun juga tidak menyadari jika sebuah perkampungan yang layaknya masih disebut sebuah desa, merupakan sebuah pusat Kota Kabupaten. Ya... saya melewati Kabupaten Bolang Mongondow Timur yang merupakan sebuah kabupaten pemekaran baru, yang baru dimekarkan pada tahun 2008 lalu. Tak heran jika kantor bupati serta kantor-kantor SKPD nya yang lain masih bersifat darurat, atau lebih layaknya sebuah rumah penduduk yang dijadikan kantor. Sayang saya lupa untuk mengabadikan foto dari salah satu kantor-kantor tersebut. Foto diatas adalah salah satu foto yang terlihat dari daerah Kotabunan. Karena sisa perjalanan kami selanjutnya adalah melewati jalanan pinggir-pinggir pantai, terkadang kami sempat melihat laguna-laguna yang indah yang mirip dengan danau, juga pulau-pulau kecil dari kejauhan.


Memasuki wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara, tepatnya di daerah Kecamatan Ratatotok, jalanan kembali mulus dengan kualitas aspal yang lumayan bagus. Ternyata daerah ini dahulu merupakan daerah tambang emas terbesar di Sulawesi Utara. Dan sebuah perusahaan Asing milik Amerika yaitu PT. Newmont pernah melakukan kegiatan ekploitasinya disini. Mereka baru saja menghentikan kegiatan ekploitasinya pada tahun 2007, setelah adanya kasus pencemaran lingkungan di pantai Buyat. Menurut beberapa teman kami yang dulu pernah kesini, daerah ini dahulu ramai dengan pendatang dan orang-orang asing. Bahkan banyak fasilitas-fasilitas umum yang dibangun atas nama PT. Newmont sebagai bagian dari program CSR nya.



Pantai Lakban merupakan salah satu peninggalan dari masa keemasan PT. Newmont saat masih beroprasi. Di pantai ini dulu merupakan sebuah pelabuhan dan juga sebagai tempat rekreasi. Struktur pantai yang berpasir dengan panjang sekitar 600 m, dengan pohon kelapanya yang berjajar rapi di pinggir-pingirnya merupakan salah satu andalan tempat wisata yang ditawarkan oleh Kabupaten Minahasa Tenggara sebagai daerah kunjungan wisata.


Namun sayang, kondisi pantai Lakban sekarang sudah tidak terawat seperti dulu, ungkap salah satu temanku yang dahulu pernah kemari saat perusahaan tambang mili Amerika itu masih beroprasi. Sekarang pesisir pantai sudah kotor dan tidak pernah dibersihkan lagi dari sampah-sampah. Bagi yang tidak bisa berenang, pantai ini memang sangat berbahaya. karena struktur pantainya langsung menghadap ke palung dengan jarak hanya bebeapa meter saja dari bagian dangkalnya. Sehingga sepanjang pantai telah di pasangi papan-papan peringatan bagi para pengunjung.



Fasilitas infrastruktur fisik yang dibangun di pantai ini lumayan cukup lengkap, ada sebuah resort untuk beristirahat, sebuah lapangan voly dan taman-taman yang menghiasi. Namun sebagian besar sudah rusak dan tak terawat. Di bagian lain juga tampak sebuah gudang yang langsung berdekatan dengan pelabuhan tempat kapal-kapal pembawa emas itu berlabuh.


Pertama melihat, saya pikir gambar diatas adalah sebuah meriam peninggalan zaman kolonial zaman dahulu. Namun ternyata itu adalah sebuah alat untuk mengolah emas yang memang sengaja di jadikan monumen di pantai tersebut.
Sayangnya pantai ini jaraknya sangat jauh dari pusat kota Manado, sehingga masih tampak sepi dari kunjungan wisatawan lokal. Namun katanya di hari-hari libur, tempat ini cukup ramai di kunjungi oleh warga masyarakat di sekitar Kab. Minahasa Tenggara dan sekitarnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...