Selasa, 09 September 2014

Mumetnya Bikin Thesis itu.

Mungkin ini saatnya aku harus menumpahkan carut marut kegundahanku, kegalauanku dan kekawatiranku pada satu pergumulan yang tak usai-usai. Aku tidak galau karena pacarku, aku tidak galau karena tidak punya uang. Tapi aku galau karena hingga kini, aku belum bisa menyelesaikan tugas akhir dari study S2 ku, yang sudah hampir menginjak tahun ketiga.

Aku sudah mencoba berusaha semaksimal mungkin, (kelihatannya sih) mengerjakan kalimat demi kalimat, paragraf demi parafraf... namun entah kenapa, setiap kali jari jemariku kuajak menari diatas tuts-tuts kayboard leptopku.. tariannya semakin tersendat-sendat, lalu berhenti lama. Tak seperti saat aku mencoba menarikan jemari saat kubuat tulisan di blog ini, atau ketika updet setatus di media jejaring sosialku.

Aku mengeluh pada mereka pun, mereka pasti tidak akan pernah memahami. Bekerja sebagai pengajar kemudian diajar itu sesuatu banget. Ada beban yang mungkin tidak dirasakan oleh teman-teman sekelasku, yang sebagian sudah lulus dengan sangat cepatnya, namun ada juga yang hampir senasib denganku.

Melanjutkan study S2 kemudian sambil mengajar di institusi yang sama, menurutku tidaklah mudah. Disatu sisi aku harus tetap profesional sebagai pengajar, memprioritaskan pekerjaanku menyiapkan materi ajar untuk mahasiswa di kelasku, supaya aku tidak dipandang tidak siap dikelas. Namun disatu sisi aku juga harus memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas berat dari pengajarku, dengan deadline waktu yang singkat. Hal itu tentu saja membuatku sedikit frustasi, namun semua materi lambat laun telah selesai aku ambil. Sekarang hanya tinggal tugas  akhir yang selalu bikin stress, dan belum sempat aku menyelesaikannya.

JIka dibandingkan kala membuat skripsi saat kuliah S1 dulu, aku masih tergolong cepat karena bisa mengerjakan dalam dua semester. Sebenarnya jika dihitung hanya kerja satu semester yang efektif. Karena pada waktu itu aku masih fokus pada satu bidang yaitu pikiranku hanya khusus mengerjakan skripsi tersebut.

Namun kini, semuanya lain. Aku tidak bisa fokus berfikir dalam satu bidang saja. Dengan terpaksa aku harus membagi pikiranku, dan tenagaku pada beberapa bidang sekaligus. Ketika aku mencoba berusaha untuk fokus mengerjakan thesisku, namun kebutuhan mendesak untuk mempersiapkan materi ajar untuk hari esok di kelas juga harus dikerjakan. Belum lagi, jika pihak fakultas atau universitas memintaku untuk mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan instansi, seperti misalnya membantu dimasukkan dalam kepanitiaan kegiatan-kegiatan besar di Universitas maupun di Fakultas. Dan ini sering kali terjadi. Aku sudah bersusaha menolaknya, namun nampaknya tidak memungkinkan bagiku, karena posisiku sebagai pengajar yunior dan harus menerima tugas tersebut. Tentunya kegiatan-kegiatan tersebut, selain menguras tenaga, juga menguras pikiran dan energi yang cukup besar. Tetapi apa daya, mereka membutuhkan aku, dan aku tak kuasa menolaknya.

Selain disibukkan dengan kegiatan kepanitiaan, saya disibukkan dengan projek-projek sampingan, yang tanpa aku minta namun aku selalu dilibatkan dalam projek penelitian dari dosen-dosen senior. Seperti misalnya, penelitian tentang pernikahan dini, bekerjasama dengan BKKBN, kemudian penelitian tentang Pemilih Marginal pada pemilu legislatif beberapa bulan lalu, dan yang sekarang masih saya lakukan adalah ikut terlibat dalam penyusunan program kelurahan Salatiga Smarth yang bekerja sama dengan PNPM Mandiri perkotaan Salatiga. Kegiatan-kegiatan penelitian ini sebenarnya memberikan pengalaman berharga buat saya, namun aku juga kehilangan waktu dan tenagaku untuk mengerjakan tugas pribadiku sendiri.

Belum selesai disitu, aktifitas menulis thesisku tersendat-sendat karena aktifitas lain lagi yaitu karena aktifitasku sebagai trainer outbond. Kebetulan Kakak sepupuku yang seorang Pendeta, yang saat ini ditugaskan di LPPS Yogyakarta, ketika melayani dalam pengembangan jemaat maupun para pelayan Tuhan, selalu diisi dengan acara outbond. Nah beliau memasukan aku sebagai salah satu tim trainer outbond untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan retreet, pelatihan dan lain-lain. Meskipun biasanya diselenggarakan ketika weekend, namun tetap saja ada waktu, energy yang tersita dan terkuras disana.

Alasan atau entah apakah ini sebagai cara ngeles, atau apa itu terserah. Namun inilah yang kualami, bahwa terkadang aku kurang bisa konsentrasi mengerjakan thesis juga dikarenakan masalah-masalah di rumah kampung halamananku di Wonogiri. Pertama adalah ketika pulang mudik yang biasanya aku lakukan dua minggu sekali, ketika dirumah untuk mengisi kegiatan aku mencoba usaha budidaya ikan lele, banyak tenaga dan biaya yang aku keluarkan untuk mengurus usaha baruku tersebut, namun ternyata aku tidak berhasil meraih untung disana. Bahkan aku dilanda kebangkrutan, yang amat fatal.

Disisi lain, aku terjebak dalan cinta yang tak terduga, yang berakhir harus dengan serius menjalaninya. Dulu waktu awal masuk kuliah S2, pernah mengejar cinta.., namun karena semangatnya ku kejar, cinta itu malah tak terkejar, bahkan telah pergi jauh. Tak selang berapa lama cinta itu menjauh, maka datang cinta baru yang gantian mengejarku, di awal-awal dia mengejarku, aku berusaha untuk lari menghindar. Namun pada akhirnya aku terpojok, dan sudah tidak bisa lari darinya. Akhirnya dengan segala pergumulan, aku mencoba menerima cinta itu, dengan apa adanya. Kemudian pasrah begitu saja, yang dalam waktu singkat ia memintaku untuk segera meminangnya, dan menjadikan dia sebagai istriku. Tanpa ada persiapan apapun, dengan perasaan datar, aku hanya bisa menuruti, karena aku sudah terkunci tak berdaya. Karena kunci utama, dia sudah pegang, yaitu ibuku.

Tentu saja hal ini menambah daftar panjang, list alasanku kenapa aku tidak bisa konsentrasi mengerjakan thesisku. Semoga sehabis nulis uneg-uneg ini. Aku bisa full konsentrasi mengerjakan tugas akhirku tersebut dan bisa lulus sebalum hari pernikahanku. Amin


Kamis, 20 Februari 2014

Pengalamanku dalam Budidaya Ikan Lele



Sekedar untuk mendapatkan moodku kembali untuk menulis thesisku yang belum kelar-kelar, maka sebagai langkah pemanasan lagi, ya.. iseng-iseng saya mengisinya dengan ngeblog lagi aja deh....sekedar menumpahkan isi otak dalam tulisan, dan share pengalaman yang pernah kualami, sehingga bisa menjadi dokumentasi dari jejak-jejak rajutan kisah hidupku hehehe

Nah kali ini aku hanya ingin curhat aja, atau share tentang pengalamanku dalam membudidaya lele. Entah kenapa dulu, tiba-tiba aja aku punya keinginan dalam mencoba menjajaki sebagai pembudidaya ikan lele. Padahal ikan lele ini masih dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Apalagi ketika saya masih tinggal di Manado, ikan lele menjadi ikan yang menjijikkan bagi sebagian besar masyarakat Manado dan sekitarnya, sehingga mereka tidak mau memakan ikan yang berkumis tersebut. Saya tidak tahu alasan pastinya, tapi katanya sih ikan ini hidupnya biasanya di lumpur-lumpur kotor, dan suka makan makanan dari kotoran manusia. Dalam hati sih... emang ikan nila atau ikan mujair, kalau dikasih "t*i" mereka nggak doyan apa...?? coba aja pasti mereka lahap juga hehehe

Sedangkan jika di pulau Jawa, ikan ini menjadi ikan favorit, yang merupakan makanan bagi semua kalangan. bahkan hampir disepanjang jalan, menjamur warung makan kaki lima yang menjajakan "Pecel Lele" tidak hanya kelas warung makan kaki lima aja, tapi di restoran-restoran besar, ikan lele rata-rata ada dalam daftar menu mereka. 

Nah beranjak dari tingginya permintaan ikan lele tersebut, yang saya pikir ini adalah peluang bisnis yang bagus. Maka pada awal bulan Juli tahun lalu 2013, saya merencanakan membuat kolam lele dengan memanfaatkan lahan pekarangan yang masih cukup luas dibelakang rumahku di kampung. Setelah brossing mencari referensi tentang tips and trik cara budidaya lele di internet, maka pada pertengahan bulan Juli, tepatnya tanggal 14 Juli 2013 saya benar-benar mengimplementasikan rencana tersebut. 

Bermodal honor hasil memfasilitasi outbond dari keluarga Djou di Tawang Mangu, saya membeli terpal plastik ukuran 5 x 8 meter, dan menyewa tenaga kerja untuk menggali tanah, serta membeli bambu dan peralatan lain untuk membuat kolam ukuran 3 x 6 meter di belakang rumahku. Proses pengerjaan membuat kolam ini memakan waktu tiga hari, karena harus menggali tanah kurang lebih kedalaman setengah meter atau 50 Cm, kemudian membuat pagar atau rangka dari bambu, dengan ketinggian 90 Cm. 
Lahan singkong belakang rumah yang sedang digali

Setelah kedalaman 50 cm, baru dipasang pagar bambu sebagai kerangka untuk memasang terpal.

Setelah dipasang terpal dan diisi air, siap dipakai untuk berenang. :)

Setelah selesai menggali dan membuat pagar atau semacam kerangka bambu, baru kemudian sebelum memasang terpal saya memberikan alas kolam dengan kulit padi yang katanya menurut referensi yang saya baca, dapat mengatur suhu air dan melindungi terpal dari bebatuan yang dapat mengakibatkan kebocoran kolam. Barulah terpal saya pasang, dan setelah jadi maka saya uji coba dengan mengisinya dengan air hingga hampir penuh. 

Melihat kolam ukuran 3x6 m dan kedalaman hampir satu meter tersebut penuh dengan air, seakan-akan saya seperti punya kolam renang sendiri di belakang rumah hehe. Di tahap awal ini, saya pikir sudah berhasil. Tidak ada kebocoran pada terpal sebagai dinding kolam yang dapat berakibat gagalnya rencanaku. Air yang sudah memenuhi kolam tersebut saya biarkan selama 3 hari, supaya bau terpal baru tersebut benar-benar hilang dan aman bagi ikan. Dan setelah 3 hari, air tersebut saya kuras, dan mengisinya kembali dengan air yang baru, namun kali ini saya hanya mengisi dengan ketinggian air dari dasar sekitar 30 Cm. Kemudian saya memasukkan kedalam kolam tiga karung pupuk dari kotoran sapi, dengan cara memasukan langsung dengan karungnya tanpa harus dibuka. Lalu saya biarkan selama 5 hari, hingga air di dalam kolam berubah warna menjadi coklat kehijauan. 
Air yang telah didiamkan kurang lebih 4 hari, dengan tambahan pupuk kandang yang ditaruh didalam karung, menjadi coklat kehijauan dan siap ditebar bibit lele

Dengan perubahan warna air menjadi coklat kehijauan tersebut, menandakan air sudah siap untuk ditabur benih ikan. Maka saya memesan bibit ikan lele tersebut, pada seorang bakul penyedia bibit lele, dan dia bersedia mengantar sampai dirumah. Saat itu saya memesan bibit lele sebanyak 3500 ekor, dengan ukuran 4-5 cm dan dihargai Rp 115/ekor. Setelah ditebar, hari-hari melihat ikan lele yang masih kecil-kecil tersebut apalagi saat memberi makan, itu rasanya senang sekali.. dan tingkat kematian ikan pada waktu itu sangat kecil. 
Permukaan kolam sengaja diberi tanaman air seperti azzola, yang dapat digunakan sebagai makanan tambahan ikan.

Setelah berumur hampir tiga bulan, ikan lele pun sudah besar-besar dan siap panen, untuk mencari pembeli lele sebenarnya tidak terlalu susah karena orang yang menyediakan bibit lele, dia sudah siap membeli jika lele tersebut sudah besar atau siap panen. Ketika panen, sebenarnya masih belum memuaskan, karena bobot ikannya belum memenuhi target yang saya harapkan. Hal ini karena harga pelet pakan lele terus mengalami kenaikan harga, sehingga karena modal kami sangat terbatas, jumlah pemberian pakannya pun kami batasi atau tidak memberinya secara maksimal. Sebenarnya jika ingin mencapai ukuran bobot yang maksimal, berarti memberi makan lelenya juga harus maksimal, karena meskipun ikan ini memakan segala, bisa diberi makan dedaunan, bekecot dan makanan-makanan lain, namun jika tidak didukung dengan makanan pabrikan, pertumbuhannya lambat dan bobotnya kurang memuaskan.
Saya kalkulasikan pada awal usaha ini, seperti dibawah ini :
KALKULASI BUDIDAYA LELE

TAHAP 1 (Per 23 Juli - 26 Sept 2013)







PEMBUATAN KOLAM

NO
TANGGAL
ITEM PENGELUARAN
JML UNIT
 HARGA  (Rp)
 TOTAL BIAYA (Rp)

1
13/07/2013
BELI TERPAL  5 X 8  M (CAP KAPAL)
1
                         250.000
                   250.000

2
15/07/2013
PRALON C 2"
1
                           27.000
                      27.000

3
15/07/2013
SAMBUNGAN L   2"
2
                              4.000
                        8.000

4
15/07/2013
SAMBUNGAN SOK  2"
1
                              2.000
                        2.000

5
15/07/2013
PAKU RENG KAYU
1 KG
                           13.000
                      13.000

6
15/07/2013
SEMEN
5 KG
                              7.500
                        7.500

7
15/07/2013
LAKBAN HITAM
1
                              9.000
                        9.000

8
15/07/2013
ROKOK UTK PEKERJA
2 BUNGKUS
                              7.500
                      14.000

9
16/07/2013
UPAH PEKERJA 1 orang
3 HARI
                           40.000
                   120.000



TOTAL PENGELUARAN PEMBUATAN KOLAM
                   450.500















PEMBELIAN  BENIH DAN  DAN PAKAN

NO
TANGGAL
ITEM PEMBELIAN
JMLH UNIT
 HARGA SATUAN (Rp)
 JML BIAYA (Rp)

1
16/07/2013
Beli katul utk pemupukan kolam
2 karung
                           10.000
                      20.000

2
23/07/2013
Beli Benih lele ukrn 4-5 cm
3500 ekor
                                 115
                   402.500

3
24/07/2013
pakan Pelet halus F999
2 Kg
                              6.500
                      13.000

4
24/07/2013
Pelet  Provit   781 - (2)
2 sak (@ 30Kg)
                         245.000
                   490.000

5
04/08/2013
EM 4 Perikanan (probiotik)
1 liter
                           17.000
                      17.000

6
03/09/2013
Pelet  Provit   781 - (3)
1 Sak (@ 30 Kg)
                         248.000
                   248.000

7
17/09/2013
pelet provit 781-(3)
1 Sak (@ 30 Kg)
                         260.000
                   260.000

8
24/09/2013
pelet provit 781-(3)
10 kg
                           10.000
                   100.000



TOTAL BIAYA PEMBELIAN BIBIT DAN PAKAN
                1.430.500






















PANEN

NO
TANGGAL
KETERANGAN
BERAT (Kg)
 HARGA SATUAN (Rp) /Kg
 Total

1
26/09/2013
Ukuran konsumsi
73
                           13.000
                   949.000

2
26/09/2013
Ukuran minus (kecil)
68
                           12.500
                   850.000



TOTAL HASIL PANEN PERDANA
                1.799.000



DIBULATKAN
                1.800.000
























Jika tidak dipotong dengan biaya investasi pembuatan kolam, atau modal hanya untuk pembelian binih sama pembelian pakan saja, sebenarnya ada untung meskipun hanya sedikit, namun jika dihitung juga dengan biaya pembuatan kolamnya juga, maka saya sedikit mengalami kerugian.
Asumsi jika tanpa ditambah biaya investasi pembuatan kolam maka :
 Total Laba (Rp)
Biaya pembelian bibit dan pakan :
                      1.430.500

Hasil Panen semua  campur besar dan kecil (141 Kg)
                      1.800.000

Maka margin keuntungannya :

                   369.500

Namun jika dipotong dengan biaya pembuatan kolam
TOTAL AKUMULASI TAHAP I BUDIDAYA LELE
NO
PENGELUARAN
 TOTAL BIAYA
 TOTAL
1
Pembuatan Kolam

                         450.500

2
Pembelian bibit dan pakan

                      1.430.500






                1.881.000
NO
PEMASUKAN

 TOTAL PENDAPATAN

1
Panen ukuran normal

                         949.000

2
Ukuran kicil (minus)

                         850.000





                      1.799.000






                1.800.000
Laba (minus/rugi)
                      81.000

Saya masih tombok atau rugi sekitar Rp.81.000,-.

Tahap kedua

Hasil dari penjualan panen perdanaku tersebut, walaupun tidak seberapa ku gunakan lagi untuk pengembangan usaha dengan membuat kolam satu lagi dengan ukuran yang sama. Kali ini kubangun bersebelahan dengan reaktor biogas milik bapakku, supaya aku juga dapat memanfaatkan slurry atau limbah biogas untuk makanan ikan.

Namun pada tahap kedua ini, saya mengalami kerugian yang cukup fatal. hal ini dikarenakan saya tidak melakukan proses sorting atau seleksi. Pada kolam pertama, setelah panen perdana, saya mencoba melipat gandakan keuntungan dengan memperbanyak isi kolam dengan menebar sekitar 4500 ekor bibit ikan. Namun ternyata, setelah lebih dari tiga bulan, pertumbuhan ikan tidak bisa bagus. Ada beberapa ekor saja yang besar sekali, karena dia bisa memakan ikan yang lain, sedangkan yang lainnya ada yang masih sangat kecil-kecil, dan ukurannya rata-rata belum masuk ukuran konsumsi. Disamping itu, faktor cuaca dan salah dalam memperlakukan pergantian air, mengakibatkan timbulnya virus atau bakteri yang mengakibatkan kematian masal pada ikan. Sehingga pada tahap kedua ini, terjadi angka mortalitas yang sangat tinggi yaitu sekitar 70% ikan yang mati, dan hanya sekitar 30% saja yang masih bisa diselamatkan dan bisa dipanen dengan hasil yang sangat mengecewakan.

Namun demikian, saya menganggap bahwa itu adalah bagian dari pengalaman usaha, dan tidak perlu untuk terlalu disesalkan. Yang terpenting bagi saya adalah saya dapat belajar dari pengalaman tersebut, dan kembali mencoba lagi, dengan strategi yang baru, dan berharap akan keberhasilan yang lebih baik. 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...