Minggu, 28 September 2008

"The Docktor" Kembali Rebut Juara Dunia Motor GP 2008


Valentino Rossi, seorang yang sangat fenomenal bagi saya, dan tentu saja bagi para penggemar lain. Tetapi saya bukan orang yang ikut-ikutan ngefans dengannya,  sama seperti teman-teman saya dan para pecinta balap motor GP lainnya. Sosok Valentino Rossi pemuda kelahiran Urbino, Italia 16 Februari 1979 ini sangat istimewa dan  banyak memberi inspirasi bagi saya. 
Dia bukan hanya dilahirkan dari lingkungan pembalap, karena  ayahnya Graziano Rossi yang merupakan pembalap besar Motor GP kelas 250 cc di era 70-an. Tetapi, jika saya amati dibandingkan dengan pembalap-pembalap lain di kelasnya, seperti musuh bebuyutannnya Cassy Stoner, Dany Peddrosa, dan lain-lain. Rossi punya keistimewaan, yaitu dengan mempunyai mental pemenang. "Sekali didepan, harus terus didepan" itulah Rossi menurut saya.


Aksinya diatas lintasan sirkuit, selalu memukau dan memberikan kepuasan bagi para penggemarnya. Ia adalah pembalap handal, yang sulit untuk dikalahkan setelah era Michael Doohan. Sejak kecil, saat anak-anak seusianya masih main dengan mainan motor-motoran, Rossi sudah bermain dengan motor sungguhan dan telah menjuarai berbagai kejuaraan balapan. Saat usianya baru menginjak 7 tahun atau pada tahun 1985, dia sudah menjuarai keuaraan Go-Kart pertamanya. Dan prestasinya semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhannya dari balapan Go-Kart kelas 60 cc dan sering mendapatkan juara, lalu naik menjadi minimoto, dan pada tahun 1992 menjuarai Italian minibike Endurance. Pada tahun 1993 - 1997 dia selalu menguasai balapan pada kelas 125 cc, baik sebelum masuk Granprix, maupun setelah dia masuk Grandprix.
Pada tahun 1998 dia naik kelas menjadi 250 cc  dan menjadi runner up,  tetapi pada musim berikutnya, dia berhasi menjurai Grandprix 1999 pada kelas yang sama.

Di tahun 2000 hingga sekarang, dia selalu menjadi bintang sirkuit yang selalu mendominasi balapan di kelas bergengsi Motor GP 500 cc.  Mulanya ia mendukung pabrikan tim Repsol Honda, dengan mengendarai Honda RC211V yang pernah mengantarkan Doohan menjadi juara dunia berturut-turut dari tahun 1992 - 1998, dan juga dirinya (Roosi-red) pada tahun 2002-2003. Tetapi selanjutnya, ia memutuskan untuk hijrah ke pabrikan Yamaha, dan membuat pesimis banyak orang. Karena motor dari pabrikan Yamaha dipandang belum pernah atau jarang naik podiom di Motor GP. 
Perpindahan Rossi ke tim Yamaha tidak sendiri, dia membawa kepala mekaniknya Jerremy Burgess, yang dulu juga menjadi mekanik Michael Doohan di Honda. Mereka melakukan serangkaian tes membenahi teknologi motor Yamaha YZR M1 milik Rossi agar mampu menandingi motor terkuat di MotoGP saat itu, RC211V milik Honda.
Hasilnya, motor Yamaha setelah Rossi yang pegang selalu naik podium. Hal ini membawa keberuntungan bagi Yamaha, karena secara tidak langsung pabrikan motor ini menjadi lebih terkenal dan mendapat kepercayaan dari konsumen dunia. 


Setelah sempat terpuruk pada tahun 2007, karena ketidak cocokannya dengan masalah ban yang mendukungnya yaitu menggunakan ban Macceline, sehingga membuat dia tidak bisa memberikan penampilan terbaiknya. Hal itu memberikan kesempatan kepada Cassy Stoner untuk menjadi juara dunia Motor GP pada musim itu, dengan dukungan dengan motor Ducati  yang prima dan ban Brigiston, yang dianggap Rossi merupakan ban yang sempurna.
Bagi Rossi motornya mungkin tidak masalah, tetapi ban sangat berpengaruh. ketika masih menggunakan Macceline,  Rossi sering mengeluhkan pada pasangan ban yang kurang pas pada beberapa kondisi sirkuit dan cuaca, sehingga pada musim lalu dia sering mengalami celaka saat menggeber motornya mengejar motor Ducati milik Stoner.
Harus diakui, Stoner punya motor yang bagus, dan dia juga punya skill membalap yang bagus pula. Sehingga Rossi sangat berhati-hati dengan musuh beratnya ini. Untuk dapat menandingi Stoner, minimal dia harus menyamakan ban yang dipakai oleh Stoner, yaitu menggunakan Brigistone. Oleh sebab itulah, pada musim balap tahun ini (2008) dia ngotot untuk memakai ban ini. Padahal rekan satu timnya Jorge Lorenzo masih menggunakan ban keluaran Micceline.


Dukungan ban Brigistone dikencah Rossi pada musim ini, membawa dia kembali bangkit menunjukkan aksi terbaiknya. Saya sangat terpukau dengan penampilannya,  karena meskipun ia berada pada pole position di urutan bawah, tetapi dengan ketekunan dan kelihaiannya dia mampu mengejar lawan-lawannya yang tengah jauh melesat didepannya.
Saat di Motegi Jepang misalnya, race yang menentukan dia untuk meraih gelar juara dunia ke 8 kalinya. Pada saat start dia berada pada pole urutan ke empat, setelah Pedrosa. Dan saat lampu start menyala dia sempat tertinggal di urutan ke lima dibelakang Hayden. Tetapi kondisi itu tidak berlangsung lama, Lorenzo rekan setimnya yang pole diurutan pertama, malah tertinggal diurutan ke tiga, sedangkan posisi pertama dan kedua ditempati Stoner dan Pedrosa. 
Balapan berjalan sangat dramatis, satu-persatu Rossi melewati lawan-lawannya. Setelah mendahului Hayden, Rossi lantas mengejar Lorenzo, dan berhasi mendahului. Saat itu Stoner dan Pedrosa saling menyalib, dan selalu berganti posisi. Mungkin mereka tidak menyadari, kalau ternyata Rossi sudah berada dibelakang mereka, pada lap ke 10 akhirnya Rossi bisa melampoui Pedrosa, dan sekarang tinggal Stoner yang ada didepannya.
Pertarungan antara Stoner dan Rossi ini pun berlangsung cukup lama.  Rupanya Rossi tidak mau buru-buru untuk ngotot menggeber motornya supaya cepat mengejar Stoner. Dia cukup sabar dan hati-hati, terus memepet berada dibelakang Stoner sambil mencari celah yang pas untuk mendahuluinya.
Motor Ducati milik Stoner memang sangat cepat untuk di geber di trek lurus, dan selalu meninggalkan jarak yang lumayan signivikan dengan motor Yamaha Rossi, tetapi Rossi punya skill yang jitu di tikungan yang tidak dimiliki oleh pembalap-pembalap lain.  Pada lap 13 Rossi berhasil mendahului Stoner, yang diawal lomba telah mendominasi perlombaan. Tetapi Stoner tidak mau mengalah begitu saja, dia terus mengejar dan memberi tekanan kepada Rossi, tetapi pada lap-lap terakhir Rossi mampu meninggalkan Stoner, yang akhirnya dapat merebut kembali gelar juaranya yang ke delapan. 


Nomer 46 bagi Rossi
46 selalu identik dengan Rossi, nomer ini telah dipakainya sejak ia mengawali karir di dunia balap. Latar belakang ia memakai nomer ini adalah karena ia sangat ngefans dengan pembalap Jepang bernama Noric Abe yang juga menggunakan nomer 46. Tetapi tidak karena alasan itu saja ia memakai nomer 46, ayahnya Graziano Rossi saat menjadi pembalap pada massanya juga menggunakan nomer 46. Sehingga nomer ini sangat istimewa bagi dia, meskipun sebenarnya, saat ia menjuarai kejuaraan ia  mempunyai kesempatan untuk mengganti nomer menjadi nomer satu (1), seperti dilakukan oleh pembalap-pembalap lain. Tetapi bagi Rossi nomer 46 adalah nomer yang sakral, yang mungkin menurutnya selalu membawa keberuntungan. Sehingga ia tidak akan mau mengganti dengan nomer yang lain.


Ia tidak mau dijuluki sebagai Super Herro di sirkuit, tetapi ia memilih menjadi "The Doctor" yang punya banyak ide seperti seorang ilmuwan gila dengan melakukan banyak ekperimen edan. Sebab baginya,"membalap itu dibutuhkan keseriusan, ketenangan, kalem dan pemikir seperti seorang dokter" katanya. Motor yang cepat, nyali yang besar belumlah cukup bagi Rossi, kejeniusan seperti Doctor itulah yang ia butuhkan untuk menjadi yang tercepat dalam Motor GP.

Senin, 08 September 2008

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...