Jumat, 13 Juni 2008

Indonesia di jajah lagi...????!!!





"Indonesia di Jajah lagi...????!!!!!"
"Wah gawat neh....."
"Mana tentaranya kok malah santai-santai aja...!"
"Padahal bendera Belanda dan sekutunya sudah pada berkibar di Manado, kok masih gak ada tanda-tanda siaga satu ya...?"

"Tenang-tenang"
"Gak perlu panik"
Itulah eforia demam piala EURO 2008 di Manado. Hampir setiap sudut kota, atau sudut kampung dikibarkan bendera-bendera asing di depan rumah atau di tempat-tempat tinggi supaya dapat di lihat orang.
Bermacam bendera negara asal tim peserta EURO yang di jagokan untuk menang, saling dikibarkan oleh para pendukung fanatik di Manado. Tak tanggung-tanggung, bendera-bendera yang super lebar pun mereka kibarkan untuk menunjukan dukungannya.

Perang bendera asing ini ternyata memberi keuntungan tersendiri bagi para penjaja bendera yang mendapat keuntungan dengan adanya event EURO ini. Mereka sengaja memanfaatkan event ini sebagai peluang bisnis dadakan dengan menjual bendera-bendera asing seperti bendera Belanda, Itali, Portugal, Prancis dll dan ternyata laku keras.

Fenomena seperti ini ternyata akan lebih semarak lagi pada pelaksanaan event Piala Dunia berlangsung. bahkan hampir setiap sudut jalan dapat ditemui bendera-bendera asing ini berkibar dengan bebasnya, tanpa ada penertiban dari satpol PP, atau aparat yang biasanya ganas dengan hal-hal yang berbau makar. Tapi ternyata beberapa oknum aparat pun jg mengibarkan bendera asing tersebut.

Bagaimana dengan Sang Saka?

Maraknya bendera asing yang berkibar tentunya hanya sebatas pada kecintaan pada tim kesayangannya saja, coba kalau tim Indonesia bisa masuk piala Dunia. Apalagi pada beberapa kali berlaga selalu menang atau tim Indonesia selalu dapat juara pada perhelatan internasional, minimal bisa mengalahkan tim nasional Brasil atau Italy lah, pasti masyarakat internasional langsung berbalik bersimpaty kepada tim Indonesia, dan sang Saka akan dikibarkan oleh pendukung fanatik di seluruh penjuru dunia ( mimpi kalee)


Yah... kalah ..!!

Slentingan nada kekecewaan tiba-tiba keluar dari salah seorang teman, sambil tangannya menggaruk-garuk kepala dan muka sedikit lesu, saat tim Italy kalah telak 3 - 0 dari Belanda. Teman yang lain bersorak kegirangan sambil mengejek teman yang sedang menanggung kekalahan dari tim yang di jagokannya. Dan hampir setiap hari-hari ini, obrolan kami pun hanya seputar siaran pertandingn EURO 2008, saling ejek dan menjagokan sambil mengunggul-unggulkan tim kasayangan itulah yang seru, apalagi ajang seperti ini memang merupakan sebagai ajang taruhan yang nampaknya semakin memperpanas obrolan para maniak bola, tentunya seperti anda-anda bukan?


Senin, 09 Juni 2008

Menikmati Keangkuhan Merapi







Ini adalah acara jalan-jalan genk bagaskara cs, yang dahulu bermarkas di Gang Danawarih No 2P Jetis Salatiga, saat menikmati keindahan Merapi setelah menunjukan keangkuhannya dengan mengeluarkan lahar panas pada tahun 2006 lalu, di pusat pemantauan merapi Ketep Kopeng.

Minggu, 08 Juni 2008

THE PASSION OF JIM CAVIEZEL

Apakah anda pernah menonton film "The Passion of Jesus Christ" ?
jika sudah,
apa yang anda rasakan, setelah melihat film itu?
kesan apa yang terbesit dalam benak anda setelah menonton film itu?
Apakah film tersebut memberi pandangan sendiri terhadap anda tentang kasih Kristus yang begitu dhasyat bagi hidup anda?
atau apakah mungkin anda sempat berfikir tentang siapa pemeran utama dalam film tersebut.
Berikut saya selipkan sedikit, kesaksian dari aktor yang memerankan "Yesus" dalam film garapan Mell Gibson, yang sempat saya copy dari situ http//:renunganharian.blogspot.com.

Jim Caviezel adalah aktor Hollywood yang memerankan Tuhan Yesus dalam Film “The Passion Of Jesus Christ”. Berikut refleksi atas perannya di film itu.

JIM CAVIEZEL ADALAH SEORANG AKTOR BIASA DENGAN PERAN2 KECIL DALAM FILM2 YANG JUGA TIDAK BESAR. PERAN TERBAIK YANG PERNAH DIMILIKINYA (SEBELUM THE PASSION) ADALAH SEBUAH FILM PERANG YANG BERJUDUL “ THE THIN RED LINE”. ITUPUN HANYA SALAH SATU PERAN DARI BEGITU BANYAK AKTOR BESAR YANG BERPERAN DALAM FILM KOLOSAL ITU.

Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya. Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.

“Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalam film besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah…, Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda.

Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, “Hallo ini, Mel”. Kata suara dari telpon tersebut. “Mel siapa?”, Tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu actor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya.

Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film2 lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek alamik, bahasa yang digunakan pada masa itu.

Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai actor di Hollywood.

Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood . Sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya. “Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?” Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di “Thin Red Line”. Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini!

Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membingungkan saya, karena begitu banya referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda.

Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua ini. Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.

Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlit bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya.

Saya kemudian mencoba peruntungan dalam casting-casting, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran munkin menjadi jalan hidup saya. Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar casting.

Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya.

Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan. Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga.

Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.

Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu. Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini. Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.

Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm. Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.

Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.

Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya.

Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan. Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang (setan tidak senang dengan adanya pembuatan film seperti ini). Dan sayapun tidak sadarkan diri.

Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak “dia sadar! dia sadar!” (dalam kondisi seperti ini mustahil bagi manusia untuk bisa selamat dari hamtaman petir yang berkekuatan berjuta-juta volt kekuatan listrik, tapi perlindungan Tuhan terjadi disini).

“Apa yang telah terjadi?” Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu.

Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, “Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan”? Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian.

Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.

Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini.

Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa.

Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Sejak banyak bergumul berdoa dalam film itu, berdoa menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.

“TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA”

Pulau Masa Kecilku “Karimun Jawa”


Karimun Jawa, dimana itu....?

Secara administratif Kepulauan Karimun Jawa merupakan salah satu Kecamatan dari Kabupaten Jepara Jawa Tengah, dan berada di sebelah utara Jepara dengan jarak sekitar 45 mil atau 85 Km perjalanan laut. Pulau indah dengan pasir putih yang gemilau ini mempunyai 27 gugusan pulau yang terdiri dari 5 pulau besar yang di huni yaitu Pulau Karimun Jawa, Pulau Kemojan, Pulau Genting, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk. Sisanya adalah pulau-pulau kecil yang berada di sekitar pulau besar Karimun Jawa berjumlah 22 pulau.


Dengan luas wilayah teritorial 107.225 ha, yang sebagian besar berupa lautan (100.105 ha), sedangkan luas daratanya adalah 7.120 ha pulau ini di huni oleh beragam etnis yang mendiami, yaitu Jawa, Bugis, Madura, Bajo, Batak dll. Selain penduduk asli yang sudah berpuluh-puluh tahun menghuni pulau ini, Karimun Jawa juga banyak di datangi oleh para pendatang dari berbagai daerah di Indonesia untuk tinggal menetap baik dalam jangka waktu tertentu maupun sampai selamanya.


Akses transportasi menuju ke Karimun Jawa dapat ditempuh dengan perjalanan laut dengan menggunakan kapal ferry KM. Muria dari Pelabuhan Kartini Jepara seminggu dua kali pelayaran menuju Karimun Jawa, dengan lama perjalanan sekitar 8-9 jam. Tetapi jika anda pingin lebih cepat ada pula kapal cepat KMC. Kartini I yang dapat menempuh perjalanan dari Jepara ke Karimun Jawa hanya sekitar 2 jam, atau dari Pelabuhan Tanjung Mas Semarang ke Karimun Jawa dengan jarak tempuh 3 jam. Rata-rata dalam seminggu ke dua kapal ini melayani 2 kali pelayaran dari Jepara atau sebaliknya dari Karimun Jawa. Tetapi jika anda masih pingin lebih cepat lagi untuk sampai di Karimun Jawa, anda dapat menggunakan pesawat dari Bandara Ahmad Yani Semarang menuju Bandara Dewa Daru Karimun Jawa, tapi sayang sejak tahun 1997 karena krisis moneter yang menghantam negeri kita, penerbangan ke Karimun Jawa sudah tidak melayani reguler. Untuk bisa menikmati penerbangan ke Karimun Jawa anda harus menyewa pesawat jenis Cassa 212 yang disediakan oleh Kura-Kura Resort, tentunya anda harus persiapkan kantong lebih tebal.


Beragam fasilitas wisata telah dibangun di sana, dari berbagai homstay milik penduduk setempat yang telah menjamur sampai berbagai resort mewah yang menawarkan berbagai paket wisata eksklusif.

Sedikit menoleh kebelakang dari kisah kecilku


Karena orang tuaku mendapat SK dinas penempatan di pulau itu pada Dinas Perikanan dan Kelautan, maka secara otomatis kami harus tinggal di pulau tersebut. Masa belia sampai kanak-kanak ku habiskan dalam keceriaan anak pulau yang lugu. Bermain menghabiskan hari dengan mandi air laut, melompat dari anjungan kapal yang tingginya hampir 5 m tanpa takut sedikitpun, menyelam diantara karang dan ikan yang berlalu lalang, tersengat sabetan ubur-ubur ganas diantara paha yang hampir merenggut nyawa tetapi tidak membuatku jera, mendayung perahu sampan sambil menentang arus, mengail di tengah teriknya matahari hingga hangus kulitku dan merah rambutku, bermain bola, bermain perahu gabus, bertengkar dan menangis tetapi akur kembali dengan teman-temanku dalam canda dan tawa. Itulah masa kecilku yang indah.

Menempuh sekolah dasar di SDN1 Karimun Jawa, hingga lulus dan akhirnya aku melanjutkan ke Pulau Jawa. Meskipun setiap liburan panjang, pasti ku sempatkan untuk main kesana, menikmati kembali masa kejayaan waktu kecil.


Dahulu pulau itu tidak seramai sekarang, tetapi syukurlah perubahan jaman sudah mengubah dan memoles kecantikannya. Entah kapan lagi aku dapat mengunjungi pulau tersebut, tetapi suatu saat ku ingin kembali sejenak, untuk mengunjungi teman-teman lamaku disana. Entah mereka masih mengenalku atau tidak, tetapi aku masih mengingat kalian kawan-kawanku, meskipun sudah banyak hal yang berubah.

Sabtu, 07 Juni 2008

Jalan Senja




Menghabiskan waktu ketika menikmati kesendirian, tidak semuanya membosankan. Meskipun jauh di negeri rantau, tetapi masih banyak hal yang dapat menghibur untuk dinikmati.
Salah satunya adalah menikmati lukisan alam, yang tergores oleh pancaran sinar sang surya yang akan kembali ke singgasananya di ujung barat.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...