Minggu, 28 Maret 2010
Pantai Sampirang, Hasil dari salah arah tujuan travelingku.
Rencana awalnya sebenarnya pingin mengunjungi hutan wisata Tangkoko di wilayah kota Bitung Sulawesi Utara, namun karena mendapatkan petunjuk arah yang salah dari beberapa orang yang kami tanyai, akhirnya kami nyasar menuju arah Timur dari kota Bitung dan menembus gunung dua bersaudara ke arah Batu Putih Likupang, pada Minggu, 29 Maret 2010 kemarin.
Awalnya sih sempat menyesal karena tidak menemukan tempat dari tujuan semula, namun karena jika mau berbalik arah lagi sudah terlalu jauh, maka kami putuskan untuk terus melanjutkan perjalanan, apalagi trek atau jalur tersebut memang belum pernah sama sekali kami lewati, sehingga menimbulkan tantangan baru bagi saya untuk melakukan penjelajahan lebih lagi.
Katanya nanti ada sebuah pantai Batu Putih yang juga merupakan objek wisata yang akan kami lewati. Namun jalan masuk ke arah lokasi pantai itu ternyata juga sudah kami lewati, karena tidak ada petunjuk jalan atau papan nama yang mengarahkan kami kelokasi tersebut. Kami baru sadar ketika kami menemukan sebuah lokasi pantai yang lumayan indah dengan konstur pantainya yang memanjang dengan pasir putihnya, serta beberapa perahu nelayan tertambat di bibirnya. Saya pikir inilah pantai Batu Putihnya, namun setelah saya tanya pada salah seorang penduduk setempat yang sedang asyik memperbaiki perahunya, ternyata pantai yang kami kunjungi tersebut bukan pantai Batu Putih namun pantai Sampirang.
Meskipun sedikit tersesat, namun lumayanlah mendapatkan lokasi baru untuk treveling pada weekend kali ini. Pantai Sampirang ini memang jarang menjadi rekomendasi tujuan wisata, dan belum dikenal banyak orang di sekitar Sulawesi Utara. Namun di tempat itu sebenarnya sudah berdiri satu kotek/villa yang dikelola oleh perseorangan, yang letaknya tepat dipinggir pantai. Selain perahu-perahu kecil yang tertambat di sepanjang pantai, di tengah-tengah laut juga banyak dijumpai semajam Jermal, yaitu sebuah alat tradisional untuk menangkap ikan yang bentuknya seperti gubug-gubug kecil di tengah laut.
Di Pelabuhan Likupang Minahasa Utara
Foto ini sebenarnya sudah lama jadi draff di list posting, namun lupa untuk di terbitkan. Beberapa foto ini sebenarnya diambil hampir bersamaan ketika saya melakukan traveling ke pantai sampirang pada (28 Maret 2010) lalu, pulangnya hampir sore kami sempatkan mampir ke pelabuhan yang di bangun oleh Pemkab Minahasa Utara di daerah Likupang. Namun nampak hanya satu kapal saja yang bersandar. Karena memang pelabuhan ini masih tampak sepi dari aktivitas layaknya pelabuhan-pelabuhan lainnya.
Rabu, 24 Maret 2010
Kenapa Ayahku menyuruhku belajar pada semut
Ada satu yang menarik ketika ku pulang mudik pada akhir bulan Desember tahun lalu. Yaitu sebuah nasehat dari orang tuaku khususnya Ayahku yang selama ini jarang aku dengar wejangan-wejangan (nasehat) dari beliau, apalagi yang dihubung-hubungkan dengan ayat-ayat dalam alkitab. Karena ku tahu Beliau belum lama mengenal Yesus secara pribadi sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, dan merelakan diri di baptis pada Desember tahun 2008 lalu. Sekarang tanpa ku sadari beliau selama ini lebih rajin daripada aku dalam membaca dan merenungkan Firman Tuhan dalam Alkitab. Dan beliau lebih mendalami mempelajari filosofi-filosofi hidup yang diambil dari ayat-ayat alkitab tersebut.
Pada suatu ketika tiba-tiba beliau berkata, "jika kau mau hidup untuk masa depanmu, kamu harus belajar pada semut." Aku pun mencoba bertanya, "Kenapa aku harus belajar pada semut, makhluk kecil yang lemah dan mengganggu tersebut. Kenapa tidak kepada Prof. Dr.. atau kepada siapa kek orang yang lebih pintar". Namu ayahku dengan sabar menunjukan sesuatu kepadaku, yaitu pada sepotong kue yang jatuh di lantai rumahku. Remah-remah kue tersebut ternyata sudah di kerumuni oleh sekoloni semut kecil yang mengerubungi. Mereka membentuk barisan dari salah satu sudut rumahku, dan disana terdapat celah-celah lobang kecil dan mungkin ini adalah tempat sarangnya. Potongan kue tersebut berada di dekat meja makan berada beberapa meter dari sarang semut tersebut.
"coba kamu perhatikan tingkah laku semut-semut tersebut" Printah ayahku.
Aku pun mencoba mengamati dengan seksama tingkah dari semut-semut itu, seperti apa yang diperintahkan oleh ayahku.
Semut-semut itu berbaris rapi dari salah satu lobang kecil menuju pusat makanan yaitu kue tersebut. Setiap kali berpapasan dengan sesamanya, semut-semut tersebut seperti saling bersentuhan seperti menyapa satu sama lain dengan mendekatkan kepalanya masing-masing. Entah itu seperti bentuk komunikasi atau bentuk sapaan ala semut. Kemudian mereka mengerumuni potongan kue yang besarnya beberapa kali lipat dari besar tubuhnya. Sedikit demi sedikit potongan kue tersebut bergerak. Sungguh sesuatu yang menarik adalah mereka melakukannya dengan bergotong royong dan kerja sama team yang kompak. Semua personil semut nampaknya tak ada yang tinggal diam, mereka segera ambil bagian untuk saling membantu satu sama lain.
Jika ada remah-remah kecil yang tertinggal, segera teman-temannya yang lain membereskannya. Kelihatannya memang nampak seperti saling berebut makanan, namun jika diamati lebih lagi ternyata mereka tidak saling berebut. Mereka tahu perannya masing-masing dalam team. Jika remah-remah kecil tersebut tampak masih terlalu berat untuk diangkat sendiri, temannya yang lain segera datang untuk membantunya dan diangkat berdua bahkan bertiga.
Sedikit iseng, aku mencoba menghalangi jalannya semut tersebut dengan sebuah kalender meja, dengan maksud supaya mereka tidak dapat melewatinya. Namun tampaknya mereka tak kenal menyerah. Mereka tetap mencari cara dan jalan keluar dengan memanjat maupun memutarinya untuk menuju pada tujuannya.
Setelah mengamati beberapa saat, ayahku bertanya kepadaku "Apa yang kamu dapatkan dari yang diajarkan oleh semut-semut ini?" Jawabku "Mereka adalah makhluk pekerja keras, dan setiap mendapatkan pekerjaan yang berat mereka membangun team dan mengerjakannya secara bersama-sama. Mereka memiliki tingkat kepedulian yang tinggi satu sama lain. Dan mereka tidak mudah menyerah pada rintangan yang menghalanginya untuk menuju pada tujuan utamanya."
Setelah itu ayahku segera menyuruhku untuk mengambil Alkitab dan menyuruhku membuka pada Amsal 6 : 6 - 8 yang berbunyi "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak. Biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen."
Aku baru sadar, ternyata semut makhluk kecil, lemah dan kadang menjengkelkan serta menggangu tersebut memberi pelajaran berharga pada ku. Bahkan dalam Firman Tuhan secara tegas menyuruh kita yang selama ini bermalas-malas ria untuk segera belajar dan mencontoh semut, meskipun tidak ada yang menyuruh, tidak ada pimpinan atau boss yang mengawasi, mereka tetap bekerja keras mengumpulkan makanananya untuk masa-masa sulit secara bersama-sama. Pada salah satu sumber yang ku cuplik mengenai Filosofi Semut dalam dunia kerja disebutkan bahwa :
- Semut selalu bekerjasama
Mereka akan membawa makanan yang lebih berat dari berat tubuhnya bersama-sama untuk menuju sarangnya, kemudian mereka akan menyantapnya secara bersama-sama pula. Artinya setiap pekerjaan yang berat, tidak dapat dilakukan seorang diri, kita membutuhkan orang lain untuk mengerjakan secara bersama-sama. Dan kita juga harus menikmati berkat dari hasil upaya bersama itu juga bersama-sama. - Semut saling peduli
Semut selalu saling menyentuh satu sama lain setiap ketemu dengan sesamanya. Artinya semut mempunyai tingkat kepedulian dan kekerabatan yang tinggi. Mungkin jika dalam bahasa manusia mereka saling bertegur sapa atau bersalaman jika bertemu sesamanya. Artinya kita harus perduli dengan sesama, mengerti apa masalah yang dihadapi dan membantu apa yang menjadi kesulitannya. - Semut tidak mudah menyerah
Jika kita menghalang-halangi jalanya semut, ia akan selalu mencari cara dan jalan lain untuk menerobos, baik itu akan memanjat, masuk dalam celah-celah atau bahkan memutar. Artinya jangan menyerah pada satu tujuan yang telah ditetapkan. - Semut menganggap semua musim panas sebagai musim dingin
Ini adalah cara pandang yang penting. kita tidak boleh menjadi begitu naif dengan menganggap musim panas akan berlangsung sepanjang waktu. Semut-semut mengumpulkan makanan musim dingin mereka di pertengahan musim panas. Karena sangat penting bagi kita untuk bersikap realitis. Di musim panas kita harus memikirkan tentang halilintar. Kita seharusnya juga memikirkan badai sewaktu kita menikmati pasir dan sinar matahari. Artinya kita harus Berpikir ke depan, seperti halnya ’sedia payung sebelum hujan’. - Semut Menganggap Semua Musim Dingin Sebagai Musim Panas
Ini juga penting. Selama musim dingin, semut mengingatkan dirinya sendiri, “Musim dingin takkan berlangsung selamanya. Segera kita akan melalui masa sulit ini.” Maka ketika hari pertama musim semi tiba, semut-semut keluar dari sarangnya. Dan bila cuaca kembali dingin, mereka masuk lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari pertama musim panas tiba, mereka segera keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat menunggu untuk keluar dari sarang mereka.
Demikian pelajaran berharaga yang ku dapat dari semut-semut yang mungkin menggangu dan menjengkelkan tersebut. Semoga memberi makna.
Minggu, 21 Maret 2010
Arti Hidup Kita dalam 7 Hari
1. Senin
• Adalah singkatan dari “Semangat nan indah”
Sebagian orang mengharap-harap tibanya hari Senin karena hari itu mereka mendapat uang. Yang telah libur, kembali berjualan sehingga uang masuk lancar lagi. Yang bekerja harian, berarti upah harian akan diterima kembali. Sebagian orang tidak suka dengan hari Senin. Yang malas bekerja merasakan beban berat karena Senin berarti mulai bekerja kembali. Yang tadinya bisa santai di rumah, kini harus kembali masuk kantor. Anak sekolah kembali bersekolah, tidak bisa main-main PlayStation lagi. Para ibu harus bangun pagi lagi untuk memasak makan pagi anak-anak yang akan berangkat sekolah. Ada yang menunggu-nunggu hari Sabtu lagi yang rasanya masih sangat lamaaaa… Apapun sikap yang kita pilih, tidak akan merubah hari Senin. Senin tetap datang. Senin tetap harus kita lalui entah kita senang atau tidak. Sikap mana yang akan kita pilih? Memulai hari Senin dengan menggerutu atau memulai hari Senin dengan Semangat nan indah?
2. Selasa
• Adalah singkatan dari “Selalu luar biasa”
Ada orang yang berpendapat bahwa Selasa adalah hari yang biasa saja. tidak ada yang luar biasa. Mengapa begitu??? Mengapa kita tidak membuatnya menjadi hari yang luar biasa? Luar biasa atau tidak, bukan tergantung dari nama hari atau pekerjaan kita. Tapi tergantung dari sikap hati kita. Tiap pagi saya bermain skipping (main tali) sebanyak 300 kali. Saya merasakan bedanya, ketika hati sedang malas, ya main tali jadi terasa berat. Tapi bila hati gembira, maka main tali menjadi ringan. Bahkan tanpa terasa bisa sampai 400 kali. Jadi saya selalu main tali sambil bernyanyi dan tersenyum.
3. Rabu
• Adalah singkatan dari “Rasakan bahagia dalam kalbu”
Apakah kita bersyukur hanya kalau kita mendapatkan sesuatu? Kalau sedang senang dan kita bersyukur, itu sih biasa. Tapi bagaimana kalau kita sedang ada masalah? Apakah kita menggerutu dan marah-marah? Apakah kita bisa mensyukuri setiap kejadian dalam hidup kita? Waktu anak saya masih kecil, dia sering menangis di malam hari. Padahal tiap hari saya harus bekerja. Tapi saya bersyukur bisa bangun di malam hari dan memberikan ASI kepada anak saya. Saya senang ketika di malam hari dia terjaga dan memanggil “Mama, Mama”. Malah saya sengaja melarang baby sitter untuk bangun di malam hari dan mengurus anak saya. Saya pikir, toh tidak lama dia begitu. Nanti kalau dia sudah besar, dia tidak akan lagi memanggil “Mama, Mama” ketika terjaga di malam hari. Jadi saya nikmati keadaan itu. Saya syukuri saat-saat tiap malam saya bangun dan menggendong anak saya. Biarlah hati kita selalu dipenuhi rasa syukur. Biarlah kalbu berseri. Hati yang gembira adalah obat yang paling manjur.
4. Kamis
• Adalah singkatan dari “Kami sukses”
Apakah hari Kamis juga hari biasa? Bagaimana kalau kita membuatnya sebagai hari dimana kita sudah lebih sukses? Rasanya kita perlu mengingat kembali pentingnya “Berpikir Positif”. Bagaimana kalau tiap minggu kita mendapatkan sukses? Bagaimana kalau tiap hari? Apakah mungkin? Tentu saja. Yang perlu dilakukan adalah selalu berpikir positif. Kapan saja, dimana saja, dan siapa saja... Bila seseorang berkata kepada kita: “Wah, enak ya kerja disana?” Daripada berkata: ”Enak apanya? Biasa saja kok”, mengapa kita tidak berkata: “Amin”. Bila seseorang berkata: “Pasti kamu banyak uang”. Daripada berkata: “Ga kok, Siapa bilang banyak uang?” Lebih baik kita berkata: “Amin”. Kalau nanti benar benar banyak uang, siapa yang menikmati? Kita sendiri kan?
5. Jumat
• Adalah kepanjangan dari “Juga amat hebat”
Seringkali Jumat menjadi hari yang kurang produktif karena sudah mendekati Sabtu, sehingga pikiran sudah ke hari libur. Mengapa menyia-nyiakan satu hari dalam hidup kita? Bagaimana kalau kita menjadikannya hari Jumat yang Juga Amat Hebat? Bagaimana kalau kita menggunakan hari ini untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tertunda? Memeriksa surat masuk? Mengevaluasi hari-hari kemarin? Mengatakan hal-hal indah yang belum sempat dikatakan?
6. Sabtu
• Adalah kepanjangan dari “Saatnya bersatu”
Hari Sabtu bisa menjadi hari yang produktif atau tidak produktif. Semuanya tergantung diri sendiri. Seorang Pengusaha justeru paling produktif di hari Sabtu karena dia bisa memeriksa semua pekerjaan, memantau hasil kerja karyawan, mencari ide baru, dan puluhan kegiatan lain yang sangat bermanfaat. Bahkan dia membuat hari Sabtu sebagai hari dimana dia mendengarkan semua masalah yang dihadapi anak buahnya. Orang tua yang libur dan ingin membina kedekatan dengan anak-anaknya bisa memanfaatkan hari Sabtu untuk bermain bersama, berenang, makan bareng, membersihkan rumah bersama atau jalan-jalan. Daripada hanya duduk dan masing-masing nonton acara tv kesukaannya tanpa adanya komunikasi. Pasangan yang saling mencintai bisa menggunakan hari ini untuk saling mengerti bukan hari untuk bertengkar.
7. Minggu
Adalah kepanjangan dari “Mari ingat berkah seminggu"
Hari Minggu bisa dijadikan hari bermalas-malas atau bisa juga menjadi hari untuk mengevaluasi diri kita. Untuk mengevaluasi sikap kita. Apa yang telah dilakukan dalam seminggu? Apa yang salah? Apa yang benar? Apa yang dapat kita lakukan lebih baik minggu depan? Apa rencana baru yang perlu dibuat? Bagaimana supaya minggu depan lebih sukses? Bagaimana caranya bekerja lebih baik? Bagaimana caranya agar tidak terlambat masuk kerja? Dan seribu satu kegiatan lain. Dengan demikian hari Senin akan kita nantikan dengan semangat karena kita telah punya rencana yang akan diterapkan. Hari Senin menjadi awal minggu depan yang lebih sukses.
Jumat, 12 Maret 2010
Rawa Pening tak se pening nama dan sangkaannya.
Namun danau ini telah mengalami pendangkalan akibat tumbuhnya tanaman enceng gondok dan gulma yang tak terkendali. Keberadaan enceng gondok yang menutupi hampir sebagian besar permukaan rawa ini lah yang terkadang membuat "pening" masyarakat dan pemerintah setempat. Karena perahu-perahu nelayan hampir tidak bisa melewati permukaan air karena tertutup tanaman tersebut. Berbagai upaya pernah dilakukan untuk memberantas enceng gondok tersebut. Bahkan pernah mendapat bantuan kapal pencacah enceng gondok dari pemerintah Belanda. Namun bukannya mati dan berkurang, tetapi tanaman tersebut semakin subur dan bertambah.
Keberadaan tamanan enceng gondok tersebut juga sempat menjadi musuh bersama oleh pemerintah Kabupaten Minahasa di Sulawesi Utara, karena tanaman itu cepat sekali berkembang biak dan Danau Tondano yang menjadi kebanggaan warga Minahasa hampir mengalami nasib serupa dengan Rawa Pening. Namun dengan program pemerintah setempat, akhirnya sekarang tanaman tersebut dapat terkendali.
Ditengah keputus asaan karena tidak bisa memberantas tanaman ini secara menyeluruh, akhirnya timbulan ide-ide kreatif dari masyarakat setempat yang menempati di pinggir-pinggir danau dengan memanfaatkan batang daun enceng gondok sebagai bahan-bahan kerajinan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Sedangkan tanah gambut yang merupakan sisa-sisa tanaman dan gulma yang mati dan mengendap di dasar danau, diambil dan dimanfaatkan sebagai pupuk atau media untuk bertanam sayur dan jamur. Sehingga, keberadaan enceng gondok yang mulanya bikin pening, sekarang sudah tidak biking pening lagi. Bahkan masyarakat sudah dapat merasakan manfaatnya, tentunya dengan kerajinan dan ketekunan dalam merajut batang-batang enceng gondonk menjadi sebuah karya yang memiliki nilai jual.
Berikut kilasan foto yang kuambil pada akhir Desember tahun lalu, saat kembali mengenang tempatku dulu dalam melakukan studi sosial ekonomi di sekitar wilayah ini, saat masih menyandang status mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di kota Salatiga.
Danau Rawa Pening. Pada musim-musim tertentu permukaan air tersebut akan menghijau oleh hamparan tanaman enceng gondok yang menepi dibawa angin.
Tanah gambut merupakan sisa-sisa dari tanaman enceng gondok dan gulma yang mati dan membusuk dan mengendap di dasar danau. Warga setempat mengambilnya dengan perahu-perahu tongkang mereka untuk di jual kepada pembudi daya jamur dan sayuran untuk dijadikan media tanam dan pupuk organik.
Batang daun enceng gondok yang diambil oleh para nelayan atau masyarakat setempat dengan menggunakan perahu-perahu kecil di tengah danau, mereka kumpulkan untuk di jemur dan kemudian dianyam untuk dijadikan barang-barang kerajinan.
Dan inilah beberapa contoh kerajinan yang terbuat dari anyaman enceng gondok. Biasaya kerajinan-kerajinan ini dikerjakan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari ibu-ibu, atau masuk dalam industri rumah tangga. Produk-produk kerajinan tersebut sudah menembus pasaran dalam negeri maupun luar negeri.
Rabu, 10 Maret 2010
Air Terjun Tinoor
Terletak diantara rimbunnya hutan Tinoor, air terjun ini tersembunyi. Tak ada jalan khusus atau sebuah petunjuk yang mengarahkan seorang pengujung yang ingin menikmati segarnya guyuran air terjun tersebut. Hanya ada papan kecil yang ditulis darurat dengan coretan tangan terpasang di sebelah bangunan kecil yang tak terawat. Bangunan tersebut berada tepat di pinggir jalan raya Manado - Tomohon. Hanya sebuah jalan setapak kecil yang berada di samping bangunan tersebut jalan satu-satunya menuju air terjun ini.
Namun untuk masuk kelokasinya tak seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Meskipun awalnya dibeberapa trek jalan setapak tersebut sudah mendapat sentuhan jalan beton, khususnya di jalan-jalan yang menanjak telah dibuat tangga-tangga, namun itu hanya sampai di lokasi camping groundnya saja. Ketika saya kesana ada beberapa orang yang memasang tenda di lokasi tersebut. Gemercik air terjun ternyata belum terdengar dari tempat ini, jika saya tidak menemukan orang di situ untuk bertanya, mungkin saya tidak mengetahui lokasi air terjunnya. Sebab, untuk masuk ke lokasinya ada sebuah jalan turun ke bawah yang tak tampak seperti jalan, tertutup diantara pepohonan yang lebat.
Treknya cukup berbahaya, karena kita seperti menuruni jurang yang terjal diantara bebatuan yang licin oleh air. Jika tidak berhati-hati kita bisa jatuh ke jurang. Beberapa meter kami telah turun kebawah, namun kami belum melihat air terjun tersebut. Kemiringan saya perkirakan sekitar 75 - 85 derajat, melewati celah-celah akar pohon. Setelah beberapa saat kemudian, kami sudah mulai mendengar gemuruh air, tak sabar rasanya untuk segera sampai. Namun masih ada beberapa rintangan yang harus kami lewati. Karena masih harus melewati tebing batu yang sangat licin dan curam, dengan rambatan akar-akar pohon yang nampaknya tidak terlalu kuat.
Sesampai di bawah,tak kusia-siakan untuk segera mengguyur tubuhku yang semula bermandikan keringat dengan mandi air terjun tersebut. Namun nampaknya setelah dibawah tak hanya ada satu aliran air terjun, ada beberapa yang saling berdekatan. Sungguh luar biasa indahnya. Tempat tersebut begitu sunyi karena jauh tersembunyi dalam sebuah jurang yang terjal dan dalam. Mungkin hanya beberapa orang nekat saja seperti saya, yang penasaran dengan lokasi ini yang mau mengunjungi tempat seperti ini.
Setelah puas mandi di bawah air terjun, rasanya tidak mau lagi untuk kembali naik karena itu berarti harus menyiapkan tenaga untuk menaiki tebing terjal tersebut. Ya... saat kembali keatas, memang benar-benar menguras tenaga apalagi waktu itu saya tidak membawa bekal apapun termasuk air minum. Terpaksa untuk melegakan dahagaku, ku minumlah aliran air yang dialirkan lewat sebatang bambu. Lumayan terobati, meskipun ada sedikit ketakutan jika nanti sakit perut. Sebenarnya pingin kembali lagi kesana, namun mengingat jalannya yang curam dan terjal hmmmmm..... tunggu kapan-kapan lagi saja. hehehe
Minggu, 07 Maret 2010
Menelisik Sisa-Sisa Zaman Keemasan Keindahan Pantai Lakban
Biasanya untuk pulang pergi, kami menempuh jalur dari sisi utara yaitu melewati jalur trans Sulawesi yang jalannya cukup lebar dan bagus. Namun kali ini kami bersama rombongan waktu itu ingin mencoba melewati jalur lain, yaitu berputar melewati sisi selatan Sulawesi Utara. Perjalanan kami, kami mulai dari desa ini saat pagi pukul 6.30 kami sudah start dari tempat basecamp kami disana.
Setelah mengisi BBM di Kota Kotamobagu, perjalanan kami lanjutkan menuju kearah Selatan, udara waktu itu masih sangat bersih dengan kabut embun tipis yang menyelimutinya. Setelah keluar dari wilayah Kota Kotamobagu, jalan pun mulai menyempit dan sedikit berkelok-kelok, namun masih dalam kondisi beraspal bagus dan menanjak naik. Sebelah kanan jalan berhadapan langsung dengan jurang-jurang yang sangat curam dan sebelah kiri berhadapan dengan tebing-tebih dan perbukitan. Namun tampak dari kejauhan terpampang sebuah pemandangan Gunung Ambang yang sangat menakjubkan. Deretan puncaknya seakan berada di ambang awan-awan. Sejanak kami mengentikan mobil kami, sekedar menikmati dan mengabadikan pemandangan tersebut.
Tak lama menjelang, perjalanan kami lanjutkan. Namun kondisi jalan yang sekarang sudah tak semulus yang tadi. Sisa perjalanan kami kami lalui dengan jalan aspal yang telah rusak parah, bahkan mungkin belum tersentuh aspal seperti dalam foto diatas. Namun sepanjang perjalan tersebut, kami melewati daerah-daerah tambang emas baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal, atau disebut tambang liar. Daerah Bolangmongondow bagian timur tersebut memang terkenal dengan kandungan emasnya yang melimpah. Tak heran jika perusahaan-perusahaan asing mengincar harta kekayaan kita disini dengan mendirikan tambang-tambang bersekala besar, untuk mengeruk harta emas tersebut. Konon katanya, sepanjang daerah yang kami lewati tersebut, merupakan daerah rawan kriminal. Disini dahulu sering terjadi pertikaian yang diakibatkan oleh rebutan lahan galian emas, oleh antar warga atau pendatang yang ingin mengadu nasib dengan mengais emas di daerah tersebut. Dari kejauhan diatas bukit-bukit diantara rimbunnya perkebunan cengkih, tampak tenda-tenda atau gubung-gubung sementara. Menurut salah satu temenku bahwa diantara tenda-tenda tersebut pasti ada lubang untuk menggali emas milik rakyat atau sering disebut tambang liar. Sebelum mencapai daerah pesisir bagian Selatan, disana kami melewati sebuah tambang asing dengan nama Advoced milik Australia. Beberapa kali kami bersimpangan dengan bis-bis yang mengangkut para pekerjanya.
Setelah melewati daerah perbukitan dengan jurang-jurangnya yang curam kini sampailah pada bagian pesisir pantai bagian Selatan. Kami juga beberapa kali melewati desa-desa pesisir yang nampaknya kehidupannya jauh lebih terbelakang dari pada desa-desa di bagian pesisir Utara. Memang akses transportasi menuju pusat kota dari sini sangat jauh dan belum diakses oleh kendaraan umum, sehingga sangat dimaklumi jika kehidupan sosial ekonominya sedikit lebih lamban. Saya pun juga tidak menyadari jika sebuah perkampungan yang layaknya masih disebut sebuah desa, merupakan sebuah pusat Kota Kabupaten. Ya... saya melewati Kabupaten Bolang Mongondow Timur yang merupakan sebuah kabupaten pemekaran baru, yang baru dimekarkan pada tahun 2008 lalu. Tak heran jika kantor bupati serta kantor-kantor SKPD nya yang lain masih bersifat darurat, atau lebih layaknya sebuah rumah penduduk yang dijadikan kantor. Sayang saya lupa untuk mengabadikan foto dari salah satu kantor-kantor tersebut. Foto diatas adalah salah satu foto yang terlihat dari daerah Kotabunan. Karena sisa perjalanan kami selanjutnya adalah melewati jalanan pinggir-pinggir pantai, terkadang kami sempat melihat laguna-laguna yang indah yang mirip dengan danau, juga pulau-pulau kecil dari kejauhan.
Memasuki wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara, tepatnya di daerah Kecamatan Ratatotok, jalanan kembali mulus dengan kualitas aspal yang lumayan bagus. Ternyata daerah ini dahulu merupakan daerah tambang emas terbesar di Sulawesi Utara. Dan sebuah perusahaan Asing milik Amerika yaitu PT. Newmont pernah melakukan kegiatan ekploitasinya disini. Mereka baru saja menghentikan kegiatan ekploitasinya pada tahun 2007, setelah adanya kasus pencemaran lingkungan di pantai Buyat. Menurut beberapa teman kami yang dulu pernah kesini, daerah ini dahulu ramai dengan pendatang dan orang-orang asing. Bahkan banyak fasilitas-fasilitas umum yang dibangun atas nama PT. Newmont sebagai bagian dari program CSR nya.
Pantai Lakban merupakan salah satu peninggalan dari masa keemasan PT. Newmont saat masih beroprasi. Di pantai ini dulu merupakan sebuah pelabuhan dan juga sebagai tempat rekreasi. Struktur pantai yang berpasir dengan panjang sekitar 600 m, dengan pohon kelapanya yang berjajar rapi di pinggir-pingirnya merupakan salah satu andalan tempat wisata yang ditawarkan oleh Kabupaten Minahasa Tenggara sebagai daerah kunjungan wisata.
Namun sayang, kondisi pantai Lakban sekarang sudah tidak terawat seperti dulu, ungkap salah satu temanku yang dahulu pernah kemari saat perusahaan tambang mili Amerika itu masih beroprasi. Sekarang pesisir pantai sudah kotor dan tidak pernah dibersihkan lagi dari sampah-sampah. Bagi yang tidak bisa berenang, pantai ini memang sangat berbahaya. karena struktur pantainya langsung menghadap ke palung dengan jarak hanya bebeapa meter saja dari bagian dangkalnya. Sehingga sepanjang pantai telah di pasangi papan-papan peringatan bagi para pengunjung.
Fasilitas infrastruktur fisik yang dibangun di pantai ini lumayan cukup lengkap, ada sebuah resort untuk beristirahat, sebuah lapangan voly dan taman-taman yang menghiasi. Namun sebagian besar sudah rusak dan tak terawat. Di bagian lain juga tampak sebuah gudang yang langsung berdekatan dengan pelabuhan tempat kapal-kapal pembawa emas itu berlabuh.
Pertama melihat, saya pikir gambar diatas adalah sebuah meriam peninggalan zaman kolonial zaman dahulu. Namun ternyata itu adalah sebuah alat untuk mengolah emas yang memang sengaja di jadikan monumen di pantai tersebut.
Sayangnya pantai ini jaraknya sangat jauh dari pusat kota Manado, sehingga masih tampak sepi dari kunjungan wisatawan lokal. Namun katanya di hari-hari libur, tempat ini cukup ramai di kunjungi oleh warga masyarakat di sekitar Kab. Minahasa Tenggara dan sekitarnya.