Kamis, 17 November 2011

Pelayaran Pulang dari Pulau Siau, Berkesempatan singgah dari Pulau Ke Pulau (Part 3 - habis)

  Sambungan Part 2
Mengelilingi Pulau Siau dan Mengeksplore Keindangan Alamnya

Namanya backcaper, pasti selalu mencari yang ekonomis untuk bisa menjelajah seluas dan sejauh mungkin, untuk masalah akomodasi dan konsumsi, diusahakan pula kalo bisa mendapatkan gratis hehehe....

Dari kiri, Rio, Saya, Erwin dan Fanny 
Ya....., kami sangat beruntung, selama dua hari tinggal di Pulau Siau, teman kami Rio dan Jelly menerima kami dengan sangat baik. Selain menyediakan tempat untuk kami menginap, dan meminjamkan mobil dan motornya buat kami jalan-jalan, mereka juga menyediakan makanan buat kami.  Itulah sebabnya, kami selalu berdoa semoga keluarga baru ini semakin diberkati. 

Sebelum meninggalkan pelabuhan Ondong
Esoknya, 7 Oktober 2011 kami  harus kembali ke Manado dan berencana mau mencoba menaiki kapal cepat turbo jett Prima Oasis, yang harga tiket kelas ekonominya Rp. 125.000,-. Namun sayang, ternyata kapal ini banyak sekali peminatnya. Jika tidak pesan tiket pada jauh-jauh hari, mungkin tidak kebagian tiket. Karena rute kapal ini adalah dari Tahuna Kepulauan Sangihe  kemudian baru singgah ke Siau setelah itu mampir ke Tanggulandang, baru kemudian ke Manado. Jadi bisa saja sebelum sampai di Siau, penumpang dari Tahuna sudah berjubel.

Menikmati kelas VIP nya KMC Express Bahari
Karena tidak mendapatkan tiket kapal Turbo Jet Prima Oasis, maka terpaksa kami membeli tiket kapal cepat Express Bahari. Rencananya karena kami adalah seorang backcaper, jadi hanya mau membeli kelas ekonomi saja, dan uang tiket kami titipkan ke teman kami Rio karena agen penjualan tiketnya ada di dekat kantornya. Eee....ternyata dia mengupgrade tiket kami dari kelas ekonomi menjadi kelas VIP, diatasnya kelas exekutif. Meskipun tidak kesampaian naik kapal Prima Oasis, namun kami mendapatkan kelas paling prestisius di kapal Express Bahari.

Pukul 12 siang, kapal baru meninggalkan pelabuhan Ondong, saat keluar dari pelabuhan karena cuaca waktu itu kurang baik agak sedikit mendung dan  berombak. Sehingga kapal agak bergoyang. Namun meskipun saya mendapat tempat duduk paling nyaman di kapal ini, dengan ruangan khusus ber AC dan fasilitas TV paling besar serta mendapat pelayanan paling istimewa dibandingkan penumpang di kelas lain, namun sepanjang perlananan saya lebih banyak menghabiskan di luar, duduk di dek belakang yang terbuka sambil menikmati pemandangan gugusan pulau-pulau yang dilewati.

Meninggalkan perairan Pulau Siau
Jika menggunakan kapal cepat, jarak tempuh dari pulau Siau ke Pulau Tanggulandang hanya membutuhkan waktu satu jam. Ketika singgah di pulau Tanggulandang, pelabuhan yang digunakan tidak seperti waktu kami berangkat menggunakan kapal ferry.  Pelabuhan untuk kapal cepat berada di sebelah barat yang tepat berada di samping pulau Gunung Ruang, sedangkan pelabuhan ferry berada di sebelah timur pulau. Sehingga saya sudah melihat semua kondisi dan situasi pelabuhan yang ada di pulau itu, meskipun hanya dari atas kapal.

Pulau Gunung Api Ruang di sebrang Pulau Tanggulandang
Pulau Gunung Ruang yang tepat berada di depan pelabuhan, merupakan gunung Aktif yang dimiliki pulau Tanggulandang, dan pernah meletus dhasyat  pada beberapa tahun yang lalu. Bekas letusannya masih tampak jelas dengan melelehnya lahar panas yang telah membeku dari atas gunung sampai ke pantainya. Untuk sementara ini, gunung ruang tertidur kembali dan tidak ada aktivitas vulkaniknya, namun warga di pulau Tanggulandang masih perlu waspada jika sewaktu-waktu gunung ini terbangun dari tidur pulasnya.

Seperti biasa, setiap kali kapal singgah di pulau ini, maka  akan banyak ibu-ibu warga Pulau Tanggulandang yang menaiki kapal untuk menjajakan buah salak hasil kebunnya. Seperti yang telah dibahas pada bagian pertama dari kisah ku ini, pulau ini memang diberkati dengan hasil kebun salaknya. Sehingga oleh-oleh khas ketika dari Siau, selalu ditanya salak Tanggulandangnya.  Harganya pun cukup murah, apalagi jika kapal sudah mau berangkat, harganya bisa ditawar turun dua kali lipat dari harga penawaran awal.

Pelabuhan Kapal Cepat Pulau Tanggulandang
Setelah menaikan penumpang dari pulau Tanggulandang yang akan ke Manado, kapal pun berlayar kembali. Pada pelayarannya kali ini, kapal Express Bahari akan singgah lagi mengambil penumpang lagi di Pulau Biaro. Biasanya pada pelayaran regulernya, setelah dari Pulau Tanggulandang akan langsung menuju Manado, namun kali ini saya mendapatkan kesempatan langka. Karena kapal yang kami naiki akan mampir dulu ke Pulau Biaro. Perjalanan dari Tanggulandang ke Pulau Biaro tidak sampai memakan waktu 1 jam, mungkin hanya sekitar 30-40 menit.

Menginggalkan Perairan Pulau Tanggulandang
Ketika memasuki sebuah teluk Biaro untuk menuju pelabuhannya, banyak dari penumpang yang berada di kelas VIP dan Exekutif keluar di dek kapal untuk melihat lebih jelas pulau Biaro. Ternyata banyak orang yang berasal dari pulau Siau, belum pernah melihat langsung dari dekat pulau Biaro, biasanya mereka hanya melewatinya saja dari kejauhan ketika menuju Manado atau sebaliknya dengan menggunakan kapal. Jadi kami merasa beruntung, karena ini adalah pelayaran kami yang perdana, dan kami mendapatkan kesempatan langsung melihat secara dekat pulau Biaro.

Memasuki sebuah teluk di pelabuhan Pulau Biaro
Tampak pelabuhan pulau Biaro
Dari pelabuhan Biaro yang terlindung oleh sebuah teluk, tidak tampak terlihat rumah-rumah penduduknya. Mungkin rumah-rumah penduduk pulau Biaro berada di balik bukit dari pelabuhan ini. Pulau ini lebih kecil bila dibandingkan dengan pulau Siau atau pulau Tanggulandang, dan jumlah penduduknya pun lebih sedikit, dan nampaknya kondisi kesejahterannya tak seberuntung dengan warga dari dua pulau tadi.

Menaikan rombongan penumpang dari Pulau Biaro
Pulau Biaro tidak mempunyai gunung api, sehingga tanahnya tidak sesubur seperti tanah di Pulau Siau atau di Pulau Tanggulandang. Tidak ada komonditas perkebunan yang dihasilkan dari tanah pulau ini. Dari atas kapal saya melihat, lebih banyak hamparan rumput ilalang yang menutupi bukit-bukit dan beberapa pohon keras serta kelapa, namun tak serimbun dari kedua pulau yang ku datangi sebelumnya. Sehingga penduduknya hanya hidup dengan mengandalkan hasil tangkapan ikan saja.

Ternyata alasan kapal ini singgah ke pelabuhan Pulau Biaro adalah untuk mengambil rombongan penginjil yang nampaknya baru saja membuat acara KKR di pulau ini. Hanya sekitar 15 menit, setelah penumpang naik semua, kapal pun berlayar kembali menuju pelabuhan Manado.

Fanny in action, sepanjang pelayaran ini.
Sepanjang perlajanan, dek terbuka di belakang kapal masih menjadi tempat favorit saya dibandingkan kursi empuk di kelas VIP yang menjadi hak saya sebagai pemegang tiket kelas VIP. Di area terbuka itu, saya bisa melihat pemandangan diluar secara lebih luas dan bebas. Karena ketika kapal memasuki perairan Bitung, kapal akan melewati gugusan pulau-pulau seperti pulau Talise dan beberapa pulau lain, dan hamparan pesisir pantai dari tanah Sulawesi Utara.  Hingga akhirnya pukul 17.45 Wita atau pukul 6 kurang lima menit sore, kapal sudah bersandar di Pelabuhan Manado.

Demikianlah kisah perjalananku mengelilingi Kabupaten Kepulauan SITARO (Siau Tanggulandang Biaro) yang terlambat posting ini. Semoga memberi inspirasi untuk rencana travling anda.
Matur thankyu.

5 komentar:

  1. maksudnya "backpacker" kali ya om.... bukan backcaper......

    BalasHapus
  2. oo iya... sorry salah ketik. thanks udah di koreksi,

    BalasHapus
  3. sudah mengunjungi karimunjawa belum ni bos...? www.cityofjepara-karimunjawa.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya dulu mantan anak karimun boss, tapi karena satu dan lain hal.. terpaksa meninggalkan pulau cantik itu. terakhir kesana thn 2007, dan skrg baru lagi cari sponsor untuk kesana lagi, untuk bisa bercerita lebih banyak lagi tentang Karimun Jawa yg sekarang.

      Hapus
  4. Gak sengaja masuk ke blog ini pas searching tentang SITARO. Sebelumnya ada 3 orang dari Pemkab SITARO yg sedang orientasi lapangan Diklat Kepemimpinan Eselon IV ke Pemkot Surabaya, dan saya tertarik untuk mengetahui tentang SITARO karena baru sekali itu saya dengar nama SITARO. Dan membaca tulisannya mas Alviant ini, saya bayangkan betapa indah SITARO. Belum lagi pulau yang tak berpenghuni, pasti masih sangat alami.

    Oh iya, btw Karimunjawa skrg sudah sangat ramai, ada kafe2 segala disana heheheee...

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...