Mungkin ini saatnya aku harus menumpahkan carut marut kegundahanku, kegalauanku dan kekawatiranku pada satu pergumulan yang tak usai-usai. Aku tidak galau karena pacarku, aku tidak galau karena tidak punya uang. Tapi aku galau karena hingga kini, aku belum bisa menyelesaikan tugas akhir dari study S2 ku, yang sudah hampir menginjak tahun ketiga.
Aku sudah mencoba berusaha semaksimal mungkin, (kelihatannya sih) mengerjakan kalimat demi kalimat, paragraf demi parafraf... namun entah kenapa, setiap kali jari jemariku kuajak menari diatas tuts-tuts kayboard leptopku.. tariannya semakin tersendat-sendat, lalu berhenti lama. Tak seperti saat aku mencoba menarikan jemari saat kubuat tulisan di blog ini, atau ketika updet setatus di media jejaring sosialku.
Aku mengeluh pada mereka pun, mereka pasti tidak akan pernah memahami. Bekerja sebagai pengajar kemudian diajar itu sesuatu banget. Ada beban yang mungkin tidak dirasakan oleh teman-teman sekelasku, yang sebagian sudah lulus dengan sangat cepatnya, namun ada juga yang hampir senasib denganku.
Melanjutkan study S2 kemudian sambil mengajar di institusi yang sama, menurutku tidaklah mudah. Disatu sisi aku harus tetap profesional sebagai pengajar, memprioritaskan pekerjaanku menyiapkan materi ajar untuk mahasiswa di kelasku, supaya aku tidak dipandang tidak siap dikelas. Namun disatu sisi aku juga harus memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas berat dari pengajarku, dengan deadline waktu yang singkat. Hal itu tentu saja membuatku sedikit frustasi, namun semua materi lambat laun telah selesai aku ambil. Sekarang hanya tinggal tugas akhir yang selalu bikin stress, dan belum sempat aku menyelesaikannya.
JIka dibandingkan kala membuat skripsi saat kuliah S1 dulu, aku masih tergolong cepat karena bisa mengerjakan dalam dua semester. Sebenarnya jika dihitung hanya kerja satu semester yang efektif. Karena pada waktu itu aku masih fokus pada satu bidang yaitu pikiranku hanya khusus mengerjakan skripsi tersebut.
Namun kini, semuanya lain. Aku tidak bisa fokus berfikir dalam satu bidang saja. Dengan terpaksa aku harus membagi pikiranku, dan tenagaku pada beberapa bidang sekaligus. Ketika aku mencoba berusaha untuk fokus mengerjakan thesisku, namun kebutuhan mendesak untuk mempersiapkan materi ajar untuk hari esok di kelas juga harus dikerjakan. Belum lagi, jika pihak fakultas atau universitas memintaku untuk mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan instansi, seperti misalnya membantu dimasukkan dalam kepanitiaan kegiatan-kegiatan besar di Universitas maupun di Fakultas. Dan ini sering kali terjadi. Aku sudah bersusaha menolaknya, namun nampaknya tidak memungkinkan bagiku, karena posisiku sebagai pengajar yunior dan harus menerima tugas tersebut. Tentunya kegiatan-kegiatan tersebut, selain menguras tenaga, juga menguras pikiran dan energi yang cukup besar. Tetapi apa daya, mereka membutuhkan aku, dan aku tak kuasa menolaknya.
Selain disibukkan dengan kegiatan kepanitiaan, saya disibukkan dengan projek-projek sampingan, yang tanpa aku minta namun aku selalu dilibatkan dalam projek penelitian dari dosen-dosen senior. Seperti misalnya, penelitian tentang pernikahan dini, bekerjasama dengan BKKBN, kemudian penelitian tentang Pemilih Marginal pada pemilu legislatif beberapa bulan lalu, dan yang sekarang masih saya lakukan adalah ikut terlibat dalam penyusunan program kelurahan Salatiga Smarth yang bekerja sama dengan PNPM Mandiri perkotaan Salatiga. Kegiatan-kegiatan penelitian ini sebenarnya memberikan pengalaman berharga buat saya, namun aku juga kehilangan waktu dan tenagaku untuk mengerjakan tugas pribadiku sendiri.
Belum selesai disitu, aktifitas menulis thesisku tersendat-sendat karena aktifitas lain lagi yaitu karena aktifitasku sebagai trainer outbond. Kebetulan Kakak sepupuku yang seorang Pendeta, yang saat ini ditugaskan di LPPS Yogyakarta, ketika melayani dalam pengembangan jemaat maupun para pelayan Tuhan, selalu diisi dengan acara outbond. Nah beliau memasukan aku sebagai salah satu tim trainer outbond untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan retreet, pelatihan dan lain-lain. Meskipun biasanya diselenggarakan ketika weekend, namun tetap saja ada waktu, energy yang tersita dan terkuras disana.
Alasan atau entah apakah ini sebagai cara ngeles, atau apa itu terserah. Namun inilah yang kualami, bahwa terkadang aku kurang bisa konsentrasi mengerjakan thesis juga dikarenakan masalah-masalah di rumah kampung halamananku di Wonogiri. Pertama adalah ketika pulang mudik yang biasanya aku lakukan dua minggu sekali, ketika dirumah untuk mengisi kegiatan aku mencoba usaha budidaya ikan lele, banyak tenaga dan biaya yang aku keluarkan untuk mengurus usaha baruku tersebut, namun ternyata aku tidak berhasil meraih untung disana. Bahkan aku dilanda kebangkrutan, yang amat fatal.
Disisi lain, aku terjebak dalan cinta yang tak terduga, yang berakhir harus dengan serius menjalaninya. Dulu waktu awal masuk kuliah S2, pernah mengejar cinta.., namun karena semangatnya ku kejar, cinta itu malah tak terkejar, bahkan telah pergi jauh. Tak selang berapa lama cinta itu menjauh, maka datang cinta baru yang gantian mengejarku, di awal-awal dia mengejarku, aku berusaha untuk lari menghindar. Namun pada akhirnya aku terpojok, dan sudah tidak bisa lari darinya. Akhirnya dengan segala pergumulan, aku mencoba menerima cinta itu, dengan apa adanya. Kemudian pasrah begitu saja, yang dalam waktu singkat ia memintaku untuk segera meminangnya, dan menjadikan dia sebagai istriku. Tanpa ada persiapan apapun, dengan perasaan datar, aku hanya bisa menuruti, karena aku sudah terkunci tak berdaya. Karena kunci utama, dia sudah pegang, yaitu ibuku.
Tentu saja hal ini menambah daftar panjang, list alasanku kenapa aku tidak bisa konsentrasi mengerjakan thesisku. Semoga sehabis nulis uneg-uneg ini. Aku bisa full konsentrasi mengerjakan tugas akhirku tersebut dan bisa lulus sebalum hari pernikahanku. Amin
mantap! semangat terus gan bikin tesisnya
BalasHapusseruu sekalii cerita anda brow, jadi penasaran, apa kabar dengan rasa datar anda??
BalasHapus