Harusnya liburan kali ini kugunakan untuk pulang kampung di Jawa mengunjungi orang tua dan sanak saudara disana, namun berhubung terkendala dana taktis yang sudah habis sebelum akhir tahun. Akhirnya kuputuskan untuk mencari alternative tempat liburan yang sesuai dengan kocek pribadi saat itu, apalagi kalau berfikir pulang jawa, harga tiket pesawat pas mendekati Natal dan Tahun Baru naik gila-gilaan. Yah beginilah kalau hidup masih belum terbebas secara financial, Semua mesti diperhitungkan baik-baik, apalagi kalau tinggal di daerah rantau yang jaraknya jauh seperti saya.
Kebetulan kali ini aku mendapat alternative tempat liburan yang lumayan menarik, dan cukup keren yaitu pergi ke “SWIS”. Untuk dapat pergi ke Swis (Sekitar Wilayah Sanger) cukup naik kapal dari pelabuhan Manado dengan membeli tiket Rp.110.000,- untuk kelas ekonomi dan Rp.230.000,- untuk kelas VIP, dengan waktu perjalanan sekitar 10 jam perjalanan laut. Ya… tujuanku kali ini adalah menuju ke kepulauan Sangihe, yaitu sebuah Pulau yang terletak di sebelah utara Kota Manado atau secara geografis Kepulauan Sangihe terletak di 2o 04’13” – 4o 44’22” LU dan 125o 9’28 – 26’57” BT dan posisinya terletak diantara Kab. Kepulauan SITARO dan Pulau Mindanau (Filipina).
Saat itu aku berangkat bersama dua orang teman “Stenly dan Ferdy”, satu diantaranya (Ferdy) adalah orang asli “Prancis” (Peranakan Cina Sanger) sehingga kami panggil “Opo” panggilan sayang-sayang untuk anak laki-laki di pulau itu. Dialah yang mengajak kami, dan menjadi tour gaed kami selama disana. Perjalanan kami, kami mulai dari pelabuhan Manado dengan menggunakan kapal Mekar Teratai. Berangkat dari pelabuhan sekitar pukul 19.00 Wita, pas malam Natal 24 Des 08. Beruntung cuaca saat itu cerah, sebab kapal yang kami tumpangi pada saat itu full dengan penumpang. Bahkan kami bertiga hanya kebagian satu tempat tidur saja, sehingga terpaksa kami harus berbagai siff waktu tidur. Karena rasa kantuk yang semakin kuat menyerang kami, dan tak kuasa kami tahan akhirnya motor yang dibawa penumpang lain pun menjadi tempat tidur yang nyaman saat itu, sambil menunggu sift untuk tidur di tempat tidur bergantian dengan teman saya.
Pukul 05.00 Wita, kapal merapat di pelabuhan Tahuna. Meskipun masih pagi sekali, tetapi suasana di pelabuhan sudah sangat ramai dengan para penjemput dan para porter yang menawarkan jasa angkat barang. Setelah turun dari kapal, kami lantas segera mencari kendaraan yang mengantarkan kami ke Petta, salah satu daerah yang kami tuju. Beruntung kami mendapatkan mobil bak terbuka, meskipun sudah diminta untuk duduk dimuka, tetapi saya lebih memilih untuk duduk di belakang supaya dapat melihat pemandangan secara lebih leluasa.
Perjalanan ke Petta dari pelabuhan Tahuna kami tempuh sekitar 30 menit, dengan jalan beraspal dengan lebar 3 m. Kondisi jalannya naik turun dan berbelok-belok, sebelah kiri kami dihadapkan dengan tebing-tebing curam yang rawan longsor, sedangkan sebelah kanannya adalah jurang yang dalam. Meskipun sedikit memacu andrenalin kami dengan kondisi jalan seperti itu, tetapi kami cukup dihibur dengan indahnya pemandangan teluk Tahuna yang kami lihat dari atas mobil yang kami tumpangi.
Tentang Kabupaten Kepulauan Sangihe
Kep. Sangihe merupakan daerah administrative Kabupaten, dengan kepala daerah yang dipimpin oleh seorang Bupati, dengan kota administratifnya di Tahuna. Luas wilayah Kab. Kep. Sangihe secara keseluruhan adalah 11.863.58 Km2 yang terdiri dari luas wilayah laut : 11.126.61 Km2 dan luas wilayah darat : 736.97 Km2. Kabupaten ini sudah mengalami dua kali pemekaran, yang sebelumnya luas wilayah administratifnya sebelum tahun 2002 meliputi Kab. Kep. Talaud dan Kab. Kep. SITARO. Tetapi setelah pemekaran pertama pada tahun 2002, Kabupaten ini telah memisahkan Kepulauan Talaud untuk menjadi daerah kabupaten sendiri, dan pemekaran kedua terjadi pada tahun 2007 untuk memekarkan daerah Siau, Tanggulandang dan Biaro (SITARO) menjadi daerah kabupaten sendiri.
Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten ini secara keseluruhan mempunyai 105 gugusan pulau, dan hanya 26 pulau saja yang berpenghuni, sedangkan sisanya 79 pulau tidak berpenghuni. Kepulauan ini mempunyai topografi yang berbukit, dengan kondisi tanah yang labil / mudah longsor. Disamping itu, di pulau Sangihe terdapat dua gunung api, yaitu Gunung Awu dan satu lagi adalah gunung berapi yang berada di bawah laut, yang terletak di dekat pulau Mahengetang. Karena mempunyai gunung api, tanah-tanah disekitarnya menjadi tampak subur dengan tanaman perkebunan kelapa dan pala serta tanaman-tanaman tropis lainnya.
Rata-rata sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah nelayan, dan sebagaian lainya adalah petani dan pedagang. Hasil utama pertaniannya adalah kelapa dan pala. Agama yang dianut oleh masyarakat Kep. Sangihe adalah sebagian besar beragama Kristen Protestan dan Islam. Sedangkan etnis yang ada disana adalah etnis Sanger, tionghua, dan minahasa atau etnis-etnis lain yang datang dari jawa dan daerah lain.
Meskipun digolongkan dalam daerah terpencil, tetapi aktivitas bisnis di kota Tahuna dan kota-kota lain disekitarnya termasuk di Petta begitu hidup. Khusus di kota Tahuna, berbagai toko-toko milik pedagang keturunan Tionghoa dan lokal yang menjajakan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari, pakaian sampai peralatan elektronik dan computer ada disana. Diantara barang-barang itu, sebagaian adalah barang-barang dari Negara tetangga yaitu Filipina yang memang sengaja di pasok oleh pedagang local, mengambil atau membeli barang-barang dari Filipina untuk di pasarkan di pasar-pasar kepulauan Sangihe.
Berburu barang Filipina di Kota Petta
Kota Petta merupakan tempat yang kami tinggali selama 5 hari kami disana. Ini adalah merupakan kota kecil yang masuk dalam daerah administrative kecamatan Tambuka Utara. Untuk menuju ke Petta, hanya diperlukan waktu sekitar 30 menit dari kota Tahuna dengan ongkos kendaraan umum sekitar Rp. 15.000,-
Kota ini adalah kota perdagangan, selain di Tahuna. Sehingga nama Petta sendiri sebenarnya adalah nama pasar. Tetapi pasar disini tidak setiap hari ada, dalam seminggu terdapat tiga kali hari pasar yaitu pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Pada hari-hari tersebut masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Petta, seperti dari pulau Nusa tambuka, dan dan daerah-daerah lain semua turun ke Petta untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok dan kebutuhan-kebutuhan lain. Pantas saja, orang tua teman saya yang dari Petta ini adalah salah satu pengusaha yang membuka usaha toko kelontong, dan usahanya tampak eksis disana. Sebab setiap hari pasar, tokonya penuh dipadati oleh pembeli yang datang dari beberapa daerah di sekitar Petta.
Barang-barang yang diperjual belikan juga beberapa diantaranya berasal dari Filipina, apalagi kalau dari Petta lokasi geografisnya langsung menghadap ke Filipina, dan lokasi tempat kami foto ini adalah merupakan pelabuhan bagi kapal-kapal yang biasa berlayar ke Filipina. Tetapi untuk sekarang, masuknya barang-barang Filipina dalam jumlah banyak sudah dilarang, dengan aturan-aturan imigrasi dan perdagangan antar Negara.
Untuk beberapa minuman, seperti Cocacola yang merupakan minuman wajib di kala Natal dan tahun baru, dan minuman Royal adalah made in Filipina, termasuk juga beberapa minuman keras seperti Red Hourse dan beberapa minuman lain, yang semuanya adalah dari sana.
Masyarakat kepulauan Sangihe, pada umumnya adalah masyararakat yang ramah dan terbuka bagi para pendatang. Akses transportasi yang melayani adalah dengan transportasi laut, dilayani dengan beberapa kapal yaitu KM. Tera Sancta, KM. Mekar Teratai, KM. Ave Maria serta KMC. Bahari Express. Hampir tiap hari kapal-kapal ini melayani penyebrangan dari Pelabuhan Manado ke Pelabuhan Tahuna begitupun sebaliknya. Di Kep. Sangihe juga terdapat air port / bandara dengan beberapa maskapai yang melayani penerbangan dari Bandara Sam Ratulagi ke Bandara Naha Sangihe, antara lain adalah Wings Air Line, Deraya, dan Merpati. Tetapi penerbangan ke Naha masih jarang-jarang, mungkin dua minggu sekali karena penumpangnya masih sangat kurang.