Pertama menginjakkan kaki di Kota Manado pada pertengahan bulan Juli tahun lalu (14/7/07), memang merupakan pengalaman yang baru bagiku. Sebab ini kali pertama aku keluar dari pulau Jawa. Bayangan tentang Manado yang katanya ceweknya cantik-cantik memang menambah semangat bagi kaum adam sepertiku, untuk segera sampai di Kota ini.
Mengawali hari, rasanya memang sedikit asing bagiku untuk berinteraksi dengan penduduk lokal. Tetapi logat dan gaya bicara orang sini, rasanya tak asing bagiku untuk mengikutinya. Sebab, jangan salah... waktu di Salatiga dulu banyak orang gak percaya kalo aku orang Jawa, mereka taunya aku orang luar jawa. Maklum, mungkin karena pergaulanku di Askarseba (komunitas Asrma Kartini 11 A Salatiga) yang nota bene di dominasi oleh teman-teman dari Indonesia Bagian Timur, dan mungkin hanya aku sendiri lah orang jawa yang sok gaul di komunitas itu. Sehingga logat gaya bicaraku langsung bisa mengikuti logat bicara mereka, apalagi banyak anak Manado yang tinggal di situ.
Insting travelingku pun langsung bergejolak setelah beberapa hari hanya duduk diam di kantor baru yang sedikit aneh bagiku, bagaimana tidak aneh. Kalau dulu di kantor lama, datang jam 8 pagi sudah di marahin, apalagi kok sampai jam 10 siang. Tetapi di sini, aku pagi-pagi datang jam 7.30 WITA, seperti kebiasaanku di kantor yang dulu waktu di Salatiga, ee..... kok ternyata kantornya belum di buka, ku tunggu beberapa saat baru di buka, dan tampak sedikit berantakan. Tapi tak mengapa bagiku, bisa di atur. Sambil membaca koran dan menonton tv, menghidupkan komputer dan mengecek email yang masuk, hingga sampai jam 9.00 tak ada satupun teman sekantorku yang datang. Waduh jangan-jangan hari ini libur pikirku. Sampai akhirnya jarum jam menunjukkan pukul 10 lebih, satu-persatu teman-teman baru berdatangan dengan santainya... wah.... terlalu rajin neh aku disini, sedangkan di sana aku udah mendapat predikat malas karena sering datang jam 8.
Bolevard yang gemerlap
Menyusuri pusat perbelanjaan merupakan langkah awal ketika kamu mau datang ke kota ini, kawasan bisnis yang rame di sini adalah di sepanjang jalan ”Bolevard” (B1). Dulunya kawasan ini adalah pantai yang merupakan pusat rekerasi dan tempat nongkrong anak-anak muda disini. Tetapi sekarang, pantai yang landai tersebut sudah di reklamasi (ditimbun) hingga beberapa puluh meter bahkan ada yang sampai lebih ratusan meter menjorok ke laut lepas untuk dibangun central bisnis. Mall-mall tempat belanja, rumah makan, pub, tempat billiard, dan kawasan perkantoran berdiri di atas daratan buatan yang menghabiskan berpuluh-puluh juta kubik tanah dan batu yang diambil dari bukit-bukit pinggiran kota Manado, dan menggeser popularitas pasar 45 yang merupakan kawasan bisnis lama di kota ini.
Bila sore menjelang malam, apalagi malam minggu kawasan ini dipadati oleh pengunjung dari berbagai daerah di sekitar Manado. Tetapi hampir setiap hari kawasan ini selalu ramai dipadati anak-anak muda untuk nongkrong atau hanya sekedar melihat-lihat. Barang-barang keperluan belanja dari barang keperluan sehari-hari, fashion, elektronik tergolong lumayan lengkap disini, sebab boleh di bilang tingkat konsumtif masyarakat Manado bisa dibilang cukup tinggi, sehingga setiap barang keluaran terbaru pasti terbeli.
Nongkrong di kawasan Bolevard memang mengasyikan, siapkan mata baik-baik aja kalo gak punya nyali untuk ngajak kenalan. Gadis-gadis muda yang cantik putih dan seksi terkadang beseliweran di sekitar kita, memang perlu di akui kalau kota ini diberkati dengan gadis-gadisnya yang berkulit putih dan berwajah cantik. Kamu juga dapat menikmati senja di kawasan ini dengan panorama latar belakang pulau Manado Tua , dan tampak seperti nasi tumpeng di tengah laut.
Diantara warna jingga langit saat matahari mulai terbenam di antara pulau Manado Tua dan bunaken, tampak duduk berjajar beberapa pasang kekasih menikmati suasana romantis senja itu, di pantai belakang Bahu Mall. Jangankan sore hari begini, hingga malam pun tempat ini selalu rame oleh anak-anak muda yang memadu kasih atau hanya kumpul-kumpul.
Berburu Kuliner di Tanah Minahasa
Hasrat petualangku di Manado ternyata di sambut baik dengan teman-teman kantor yang selalu mengajak aku ketika ada tugas di luar kota. Apalagi memang sebagian besar dari pekerjaan yang ku jalani disini lebih banyak jalan-jalannya dan makan sadaap. Sehingga cucok banget dengan hobbyku untuk mendokumentasikan daerah-daerah yang baru aku datangi baik lewat foto, video atau cerita seperti ini.
Hari itu teman-teman mengajakku untuk melakukan sosialisasi suatu program di Kecamatan Tompaso dan Kec. Kawangkoan di Kabupaten Minahasa. Sebelum ada pemekaran, Kab. Minahasa ini menguasai hampir setengah provinsi Sulawesi Utara sebagai daerah administrasinya. Sehingga di sebut sebagai Minahasa Induk. Sekarang Kabupaten ini sudah terbagi menjadi empat daerah baru yaitu Kota Tomohon yang dulunya hanya sebagai kota kecamatan, Kab. Minahasa Utara, Kab. Minahasa Selatan dan Kab. Minahasa Tenggara. Pemekaran ini baru terjadi sekitar 4-5 tahun lalu, sehingga Kab/Kota tersebut masih dibilang masih merangkak untuk membangun daerahnya masing-masing.
Usai menyelesaikan tugas hari itu, tradisi yang selalu dilakukan adalah memuaskan lidah dan perut. Jangan kaget kalau Ba’ (daging babi) dan RW (daging anjing) merupakan menu wajib yang harus ada di meja makan, di beberapa rumah makan di Minahasa. Selain itu, paniki (daging kelelawar) di masak santan juga menggugah selera. Trus daging apa lagi itu, kok struktur tulangnya kecil-kecil tanyaku dalam hati, tetapi setelah ku cicipi rasanya enak juga. Temenku yang menyodorkan masakan itu pun lantas tersenum puas, dan dengan santai dia bilang kalau itu daging tikus. Hah..!!!! ya Tuhan aku makan tikus, hiii....... kaget memang, tapi mau bagaimana lagi kalau sudah sampai dalam perut. Apa mau di kata, pada kenyataannya memang dagingnya enak. Tapi kalau membayangkannya jijik juga rasanya.
Daging tikus di sini merupakan salah satu menu makanan yang paling digemari oleh masyarakat Minahasa pada umumnya. Tikus yang dimakan bukan tikus yang biasa kita lihat di rumah-rumah atau di got-got becek. Tikus yang bisa di makan adalah tikus berekor putih yang biasa tinggal di hutan-hutan, sehingga makanannya buah-buahan. Tetapi pernah pada suatu ketika, aku makan di rumah makan yang tempatnya sedikit tersembunyi di kecamatan Tompaso, di situ ada rumah makan yang bangunannya yah sangat sederhana tetapi menu makannnya lumayan exstrim. Tak menyangka kalau di lihat dari tempatnya yang sederhana, tetapi yang makan banyak pejabat-pejabat. Ketika makan di situ, tidak tau kalau masakan daging yang ditaruh di mangkok kecil yang ada di hadapanku ternyata daging kucing. Tau kalau itu daging kucing, nafsu makanku pun sempat turun, ketika teman-teman menyuruhku untuk mencoba, tapi aku masih teringat dengan si ”Manis” kucing peliharaanku waktu kecil dulu. Akhirnya ku urungkan niatku untuk mencicipinya.
Ketika sampai di Kawangkoan, jangan lewatkan untuk mampir di rumah kopi di kota kecil itu. Disitu ada menu yang sangat terkenal yaitu ”Biapong” (B2). Biapong atau kalau di jawa di sebut BakPao, rasanya lembut. Terserah mau memilih yang isinya apa, ada yang berisi daging Ba’ (babi), atau Temo (kacang hijau). Makan biapong sambil minum kopi susu yang hangat.... hemmm... pasti nikmat. Apalagi di Kawangkoan suhu udaranya sejuk, passh sudah.
Petualangan Pantai yang menakjubkan
Sudah sampai di Manado tapi gak pergi ke pulau ”Bunaken” (B3), wah rugi man. Tanpa kusadari ternyata sudah tiga kali aku bolak-balik pergi ke Bunaken. Pulau yang merupakan icon kota Manado ini, dapat di tempuh hanya sekitar + 30 menit dari pantai Marina Plaza Manado dengan menggunakan speedboad / perahu wisata dengan mengeluarkan uang sekitar Rp. 700 rb. Lumayan mahal memang. Tapi ada sih alternatif lain untuk dapat sampai di sana, yaitu dengan berenang. Dijamin ngos-ngosan, kleperr atau kalau bisa sampai di bibir pantai, bisa masuk Muri tuh. Untungnya, tiga kali aku pergi kesana, tak ada satu rupiahpun yang keluar dari kita pe popoji.
Ketika pertama kali pergi kepulau ini, aku bersama tamu kantor yang datang dari Jogja yaitu Ibu Ponco Siwi, beliau adalah Kepala Dinas Perizinan Kab. Yogyakarta. Dari Marina Plazza kita memang sengaja memilih kapal kaca. Sehingga ketika sudah mau masuk ke bibir pantai Bunaken, awak perahupun langsung menurunkan kotak kaca yang digunakan untuk melihat pemandangan bawah air dari atas kapal. Dari situ terlihat jelas pemandangan bawah air yang begitu indahnya. Beraneka ikan dan terumbu karang yang beraneka warna menggambarkan betapa besar karya Tuhan yang sangat luar biasa. Tetapi ketika sampai di darat, pemandangannya pun tampaknya datar-datar saja, tidak ada yang istimewa. Hanya beberapa ibu-ibu yang menjajakan sovenir berupa kaos, dan beberapa kerajina seperti gelang dan kalung yang terbuat dari kerang.
Tak puas rasanya kalau sampai di sana tetapi tidak berbasah-basah ria. Akhirnya kesempatan kedua pun datang. Seperti biasa aku datang bersama tamu kantor lagi, kali ini dari The Asia Foundation Jakarta ibu Frida dan Kepala BKPMD Jateng Bp. Agus Suryono. Kebetulan Pak Agus satu almamater dengan ku di UKSW, wah pas sudah. Sesampai di Bunaken kita langsung sewa peralatan snokling, per setnya seharga Rp. 50 rb, dan kita pun langsung mencari spot snokling. Wow... ternyata lebih mengasikkan kalo langsung turun ke air dari pada melihat di atas kapal kaca. Ketika melakukan snokling, kita bisa langsung berinteraksi dengan beraneka ikan-ikan hias yang beraneka warna dan jenis. Kita bisa melihat tebing-tebing karang dengan terumbu karangnya yang membentuk gua-gua karang yang berwarna-warni .
Ketika kita mau turun ke air, awak kapal memberiku sebungkus biskuit. Ku pikir untuk ku makan, tetapi setelah di jelaskan, bahwa biskuit ini nanti untuk memberi makan ikan sambil bersenokling. Memang benar adanya, ketika bungkus biskuit itu ku buka sedikit di dalam air, ikan-ikan itu pun langsung datang mengkrubutiku. Waauu..... luar biasa asyiknya, kita seperti bercengkerama dengan mereka. Kadang-kadang mereka juga seperti mencubit-cubit punggungku. Mungkin mau mengucapkan terima kasih kali ya. Berbagai jenis ikan hias itu terus mengikutiku, sampai isi biskuit dalam bungkus itu habis.
Selain Bunaken, pulau Nain dan Siladen pun menjadi jejak petualanganku. Pulau Nain terletak di sebelah utara lagi pulau Bunaken. Untuk menuju pulau Nain diperlukan waktu sekitar + 2 jam dari pantai Marina Plaza Manado, ketika menuju ke sana dengan cuaca yang cerah, kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang sangat indah. Di sebelah kiri kapal kita bisa melihat latar belakang pulau Bunaken dan Pulau Manado tua, dan di sebelah kanan kapal kita bisa melihat pulau Siladen, di samping itu kita juga akan melewati Pulau Mantehage sebelum masuk ke perairan pulau Nain.
Pulau Nain juga merupakan pulau yang berpenghuni seperti pulau Bunaken, di pulau ini tinggal sekitar 2000 jiwa yang terdiri dari satu kelurahan. Tapi pulau ini bukan merupakan tujuan wisata, meskipun potensi wisata juga ada di sana. Dari jauh memang pulau ini tampak sunyi, dan seperti dua bukit di tengah laut. Tetapi ketika sampai, ternyata penduduk di sini padat sekali. Bagi masyarakat yang beretnis Bajo, mereka membangun rumanya di atas air, dengan model rumah panggung. Sedangkan peduduk etnis lainnya berada di daratan pesisir pantai. Infrastruktur jalan terbuat dari beton dengan luas hanya sekitar 2 m, kanan-kiri jalan dipadati rumah-rumah penduduk yang saling berdempetan, prasarana pendidikan terdapat sekolah SD sampai SMP, sedangkan untuk lanjut mereka harus ke Manado. Yang unik disini adalah, hampir di kanan kiri jalan, rumah-rumah yang kami lewati rata-rata membuka toko kecil yang mendagangkan bahan-bahan kebutuhan pokok seperti bumbu-bumbu masak, jajanan anak kecil, rokok, gula, beras dll. Pulau yang luas daeratannya tercatat 316.45 Ha dengan topografi berbukit ini, punya kekhasan tersendiri dibandingkan dengan pulau-pulau lain disekitarnya. Pulau Nain mempunyai sumber air tawar yang kualitas airnya cukup baik untuk dikonsumsi, meskipun sumber air ini hanya berjarak 3 meter dari bibir pantai, tetapi rasa airnya tidak asin sedikitpun. Sumur sumber air ini, oleh masyarakat setempat dinamakan ”Jere” , sedangkan untuk mengambil air di sumur itu, masyarakat sini menggunakan timba yang terbuat dari daun wongkar, semacam daun palem pantai yang di rangkai sedemikian rupa sehingga membentuk timba untuk menjaga keaslian air tesebut, sehingga timba plastik tidak digunakan sebagai alat pengambil air.
Pulau yang terakhir kali aku kunjugi adalah pulau Siladen. Pulau ini bersebelahan dengan pulau Bunaken, dibanding dengan pulau-pulau lain yang berada di teluk Manado, pulau Siladen mungkin merupakan pulau yang paling kecil, sebab aku pernah mencoba mengelilingi pulau ini hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Pulau ini mempunyai hamparan pasir putih dan bersih, pantainya berpasir dan tidak banyak terumbu karang yang mengellinginya, sehingga sangat cocok untuk berenang. Disini banyak sekali berdiri resort-resort mewah, sehingga selain di Bunaken yang terkenal dengan keindahan dalam lautnya, tetapi kalau di Siladen lebih enak di nikmati hamparan pantainya.
Tinutuan yang Maakk Nyusss...
Menu kuliner yang paling terkenal di Manado adalah ”bubur Manado” (B4), atau di sebut dengan ”Tinutuan”. Makanan ini merupakan makanan khas kota Manado, sehingga ketika orang datang di Manado pasti yang di cari adalah bubur yang terbuat dari beras dicampur dengan ubi, bramakusuh/labu dan jagung muda yang dimasak bersama hingga lembek sebagai bahan dasarnya. Sedangkan bahan campurannya adalah daun kangkung, daun bayam, daun gedi, batang serai, dan daun kemangi.
Bubur Manado/ Tinutuan paling enak di dinikmati pada pagi hari, atau di jadikan sebagai sarapan pagi. Dengan lauk pauk ”nike” semacam ikan-ikan kecil yang digoreng dengan tepung, atau dengan cakalang fufu wah maak nyusss ”kata Pak Bondan”.
Di Manado terdapat pusat Tinutuan, yaitu di kampung Wakeke yaitu berada di tengah-tengah kota Manado, tetapi hampir di setiap kampung-kampung pasti ada yang menjual Tinutuan.
B5 yang ..........??? he..he..he....
Jalan-jalan di pusat perbelanjaan sambil cuci mata di ”Bolevard”, sudah.
Makan ”Biapong” yang kenyal dan berukuran jumbo sambil minum kopi susu hangat di Kawangkoan yang sejuk, sudah.
Snokling menikmati pemandangan dalam laut di ”Bunaken”, sudah.
Makan”Bubur Manado” yang maakk nyosss, juga sudah.
Lantas apa lagi yang terlewatkan di Manado...?
Memang ini yang harus ku akui untuk belum kunikmati di Manado sampai sekarang. Mungkin bagi mereka yang punya jiwa petualangan ”luar-dalam”, sekali datang dengan mengeluarkan beberapa ratus ribu pasti bisa langsung menikmati. Tentunya, dengan mengabaikan nilai-nilai agamawi yang di anutnya.
Menjamurnya tempat-tempat hiburan malam seperti pub, diskotik, tempat karoke dan juga dengan banyak berdirinya hotel-hotel dari yang berbintang lima sampai yang berkelas melati di pusat Kota Manado dan sekitarnya, memang memberikan banyak alternatif bagi para petualang malam untuk menikmati hari di Kota Manado.
Cewek-cewek Manado yang nota bene berkulit putih, berparas cantik, berbibir tipis dan bertubuh sintal, memang memberikan sensasi yang luar biasa bagi kaum adam yang memandangnya, berbagai macam hasrat dan perasaan entah positif maupun negatif pasti akan muncul di benaknya.
Hal ini sudah bukan menjadi rahasia umum, banyak diantara para gadis Manado (bukan semuanya lho), memanfaatkan kecantikan dan kemolekannya yang dibalut kulit putih dan mulus itu untuk menunggui petualang-petualang ”luar-dalam”, tentunya ”bibir plus” (B5) yang menjadi incaran para petualang-petualang tersebut. Itu kalau menggunakan jalan pintas, cepat dan maksiat.
Tapi bagi kamu atau mungkin juga aku, yang mengunakan jalur lambat asal selamat, banyak juga kok cewek-cewek Manado yang cantik di wajah juga cantik di hati. Modalnya cuma, carilah yang sesuai dengan kehendakmu, yang pasti yang takut akan Tuhan, minta bimbingan Tuhan, ungkapkan rasa cintamu, kalau udah diterima, sayangi dia, hargai dan hormati dia, beri perhatian padanya, bersabar hingga pernikahan kudus menyucikan kalian, lantas silahkan deh mencicipi bibir plus, sampai maut memisahkan kalian.
Oke... bagi kamu sobat-sobatku yang mau datang kesini, atau bagi para pembaca budiman yang meluangkan waktu untuk membaca dan meresapi kata demi kata yang tertuang dari otakku, yang telah diramu dengan pengalaman jejak petualang. Jika tertarik datang ke Manado, silahkan mau yang paket lengkap 5B dengan konsekwensi-konsekwensinya atau cukup 4B saja. Terserah sampeyan mawon mas.
Yaah..... mungkin sampai di sini dulu kisah petualangan 5B di Manado, entah sampai kapan aku disini, dan entah kapan lagi dapat berpetualang ke daerah-daerah lain, bahkan sampai ke luar Indonesia yang menjadi impianku. Menjajaki isi muka bumi, melalui hari-hari, dan mengukir kisah dalam bait-bait kata.